PROSES PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp.) DI PT. ISTANA CIPTA SEMBADA BANYUWANGI JAWA TIMUR

PROSES PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp.) DI PT. ISTANA CIPTA SEMBADA BANYUWANGI JAWA TIMUR


I.  PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sebagai hasil perikanan umumnya gurita merupakan komoditi yang berpotensi untuk diolah menjadi gurita beku. Lengan dan berbagai bagian tubuh gurita dapat menjadi berbagai macam variasi makanan. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di negara–negara Mediterania, Meksiko dan bahan utama berbagai makanan Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki dan akashiyaki (Wikipedia, 2009).
Salah satu sumberdaya hayati laut yang belum banyak diinformasikan adalah jenis-jenis gurita (Octopus sp.) dengan teknik pengolahan yang baik, gurita merupakan makanan dari laut yang bernilai sangat mahal. Gurita (Octopus sp) merupakan hewan yang hidup hampir di seluruh laut, dari laut tropis sampai kutub utara dan selatan. Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat daerah pesisir pantai, akan tetapi belum begitu banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkannya karena hewan ini kurang menarik untuk dilihat dan sulit untuk mendapatkannya. Sedangkan di Jepang, Spanyol, Filipina dan di pesisir pantai timur India penduduknya sudah memanfaatkannya sebagai bahan makanan (Budiyanto dan Sugiarto, 1997).
Keistimewaan yang dimiliki oleh gurita (Octopus sp.) yaitu dapat merubah warna tubuhnya dengan cepat bila ada musuh yang menyerangnya. Kulit dari gurita memiliki banyak khromatofor yang mengandung zat warna atau pigmen. Warna pigmen itu antara lain hitam, coklat, kuning, dan sebagainya. Kelenjar tinta berada di dalam perutnya dan menjadi salah satu alat untuk mempertahankan dirinya. Kelenjar ini dapat terbuka melalui bagian atap kepalanya. Gurita memiliki paruh yang mirip burung kakatua, bedanya hanya rahang bagian bawah saja yang menutup rahang bagian atas. Rahang tersebut digunakan untuk memotong makanan dan mungkin sekali dalam beberapa bentuk digunakan untuk melindungi diri. Tempat tinggal yang paling disukai adalah batuan-batuan yang berlubang. Gurita aktif pada malam hari atau disebut hewan nokturnal (WELLS, 1962).
Beberapa penelitian ilmiah membuktikan bahwa gurita merupakan hewan laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bergizi karena mengandung protein dengan kadar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan zat-zat lain yang terdapat di dalam hewan tersebut. Selain itu daging gurita juga mengandung lemak, kalsium, fosfor dan zat organik lain. Di Jepang, Spanyol, Filipina dan di pesisir pantai timur India penduduknya sudah memanfaatkannya sebagai bahan makanan. Penduduk di Indonesia masih belum memanfaatkan gurita sebagai bahan pangan karena hewan ini memiliki bentuk yang kurang menarik dan sulit untuk ditangkap. (Budiyanto dan Sugiarto, 1997).
Pengolahan dan pengawetan dilakukan bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan dan kerusakan. Pada umumnya hasil perikanan termasuk jenis bahan makanan yang rentan terhadap kerusakan atau pembusukan, apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Oleh karena itu, harus segera mendapat penanganan, diantaranya melalui pengawetan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Salah satu cara mengawetkan gurita yang tidak mengubah sifat alaminya adalah pembekuan. Produk gurita beku merupakan salah satu komoditas ekspor dalam penambahan devisa negara di Indonesia dari hasil perikanan.
Seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya kesadaran manusia mengenai kesehatan pangan, maka usaha pengolahan gurita menetapkan suatu persyaratan dan standar yang mutlak terhadap suatu produk gurita beku yang telah ditentukan. Gurita yang diekspor ke luar negeri harus memenuhi standar produk akhir yang telah ditetapkan misalnya sesuai dengan SNI. Untuk memperoleh kualitas mutu tersebut maka harus diproses dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu pada Praktek Kerja Lapang III ini penulis mengambil judul ”Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) di PT. Istana Cipta Sembada, Banyuwangi, Jawa Timur.”
1.2  Maksud dan Tujuan
1.2.1      Maksud
Maksud dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang III ini adalah memperoleh pengetahuan dan keterampilan pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) mulai dari tahap penerimaan bahan baku sampai produk akhir.
1.2.2    Tujuan
Adapun tujuan yang dicapai melalui pelaksanaan Praktek Kerja Lapang III di PT. Istana Cipta Sembada sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bahan baku, bahan pembatu dan peralatan pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp)
b. Untuk mengetahui prosedur proses pembekuan Gurita (Octopus sp.)
c. Untuk mengetahui sanitasi dan higiene pada proses pembekuan gurita (Octopus sp.)
d. Untuk mengetahui proses pembekuan gurita gurita (Octopus sp.)



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gurita (Octopus sp.)
Gurita adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu karang di samudra sebagai habitat utama. Gurita terdiri dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda. Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus (Yunani : Octatious, delapan kaki) yang sering mengacu pada hewan dari genus Octopus (Wikipedia, 2009).
           Description: Description: Fauna-Gurita-Fauna-Cerdas-dari-Dasar-Laut.jpg
Gambar  1. Gurita (Octopus sp.)

 Sumber : greeners.co [2018]


2.1.1 Klasifikasi Gurita
Klasifikasi dari Gurita (Octopus sp.) menurut Rupert dan Barnes, 1994 adalah sebagai berikut :
Filum               : Molusca
Kelas               : Cephalopoda
Anak kelas      : Coleoidea
Bangsa            : Octopoda
Anak bangsa   : Incirrata
Suku                : Octopodidae
Anak suku       : Octopodinae
Marga              : Octopus
Jenis                : Octopus sp.
2.1.2 Morfologi Gurita
Bagian tubuh gurita dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu, badan, mata, selapu renang, kantong penghisap dan tangan. Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai sirip. Pada tubuh bulat itu terdapat tonjolan-tonjolan seperti kutil. Bagian utama dari tubuh gurita menyerupai gelembung dan dan diliputi oleh selubung, kemudian mengecil membentuk semacam leher pada bagian pertemuan kepala. Bentuk kepala dari gurita ini sangat jelas dengan sepasang mata yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna dan dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh lengan-lengan. Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan selaput renang (membran) yang terletak di celah-celah pangkal lengan.
Pada masing-masing lengan dijumpai dua baris kantung penghisap yang tersusun memanjang mulai dari pangkal lengan sampai ke ujung lengan dan tidak memiliki tepian yang menyerupai tanduk. Mulut terletak di bagian kepala yang dikelilingi oleh lengan-lengan. Di bagian bawah dari tubuhnya terdapat lubang-lubang seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari dalam tubuhnya (Budiyantoi dan Sugiarto, 1997).

Gambar  2. Morfologi Octopus sp. ; a. badan, b. mata, c. selaput renang, d. kantong penghisap, e. lengan

Sumber : Norman, 1992
2.1.3 Komposisi Gurita
Kandungan gizi gurita memilik kadar Vitamin A yang cukup tinggi walaupun gurita mengandung kolesterol sekitar 81.600 mg per 85 gr. Untuk lebih jelasnya kandungan gizi pada gurita (Octopus sp.) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Gurita per 85 gr
Nutrisi
Satuan
Jumlah
Air
Kolesterol
Protein
Vitamin C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Vitamin B-5
Vitamin B-6
Folate total
Folic acid
Folate food
Folate
Vitamin B-12
Vitamin A-IU
Retinol
Vitamin A
Vitamin E
%
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
IU
Mg
Mg
Mg
65-67
81.600
65.500
6.500
0.048
0.065
3.213
0.765
0.551
20.400
0
20.400
20.400
30.600
229.500
68.850
68.850
1.020
Sumber : Nesis, K.N (1987).
2.2 Pembekuan
2.2.1 Pengertian Pembekuan  
Pembekuan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Jenis pembekuan terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing) (Nadzira, 2009).  Pembekuan secara garis besar adalah merupakan suatu cara pengambilan panas dari produk – produk yang dibekukan untuk selanjutnya diikuti oleh turunnya suhu sampai dibawah 0°C sehingga sebagian kadar air yang terdapat dari produk itu berubah menjadi es/membeku (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Proses pembekuan merupakan proses terjadinya pemindahan panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih tinggi ke refrigrant yang bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air dalam tubuh ikan akan berubah menjadi kristal es. Kandungan air ini terdapat di dalam sel jaringan dan ruang antar sel. Sebagian besar air di dalam tubuh ikan tersebut mengandung air bebas (free water) sebanyak 67% dan selebihnya merupakan air tak bebas (bound water) yaitu cairan tubuh yang secara kimiawi terikat kuat dengan substansi lain di dalam tubuh ikan, seperti molekul protein, lemak dan karbohidrat. Cairan tubuh yang pertama kali membeku adalah air bebas, kemudian disusul dengan air tak bebas. Air tak bebas sukar sekali membeku karena titik bekunya sangat rendah (Afrianto dan Liviawaty, 2010).
2.2.2 Metode Pembekuan
            Pembekuan merupakan salah satu metode untuk memperpanjang umur simpan. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita waktu, namun dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang maupun kamir yang menyebabkan pembusukan pada produk pangan. dibandingkan dengan pemanasan, Metode pembekuan dapat dilaksanakan lebih cepat dan mampu mempertahankan nutrisi bahan pangan apabila dilakukan dengan benar, jika suhu pada proses pembekuan diperhatikan secara tepat dan sesuai dengan prosedur.
   Salah satu variasi terhadap definisi  Lembaga Refrigerasi International  ialah Thermal Arrest Time (TAR), menurut definisi ini, laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan  menurunkan suhu dari  titik yang paling lambat membeku pada produk, untuk 0°C menjadi –5°C menurut (Heldman dan Singh, 1981). Panjang pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu :
1.    Pembekuan Cepat (Quick Freezing)
Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya sedikit yang mengalami drip.
Tiga metode pembekuan cepat tersebut adalah :
a). Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing) bahan pangan
yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40oC atau lebih rendah lagi).
b). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat  exchanger) produk dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar.  Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa menjauh.  Proses ini dilakukan secara berulang-ulang.
c). Pembekuan kriogenik (Cryogenic Freezing) dimana nitrogen cair (atau karbon    dioksida) disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang.  Karena cairan nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut -196oC dan -78oC) maka proses pembekuan akan berlangsung spontan (Syamsir, 2008).
2.    Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)
Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih dari dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.
Pembekuan lambat umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk. Akan tetapi, perbedaan dalam kualitas tidak dipengaruhi oleh perbedaan dalam bentuk kristal es. Dinding otot ikan cukup elastis untuk menampung bentuk kristal es yang lebih besar tanpa kerusakan yang berlebihan. Selain itu, sebagian besar air dalam otot ikan berbentuk gel dan terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang hilang walaupun kerusakan sel benar-benar terjadi. Penurunan kualitas selama pembekuan lebih berhubungan dengan perubahan sifat protein. Pembekuan menyebabkan beberapa perubahan dalam protein, atau beberapa pengubahan dari kondisi asal mereka, oleh sebab itu disebut dengan istilah “perubahan sifat” (“denaturation”) (Murniyati dan Sunarman, 2000).
          Metode pembekuan berdasarkan alat yang dipakai dibagi menjadi 5 macam :
1.    Sharp Freezer, termasuk metode pembekuan lambat, yaitu produk diletakkan di atas rak yang terbuat dari pipa pendingin.
2.    Multi Plate Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat aluminium sebagai pendingin, yaitu ikan dijepitkan di antara pelat – pelat tersebut. Metode ini lebih efisien dan cepat membekukan produk.
3.    Air Blast Freezer, merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu dengan menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara kontinyu.
4.    Immersion Freezer, merupakan metode yang memanfaatkan cairan dingin, yaitu mencelupkan ke dalam cairan misalnya brine NaCl atau CaCl.
5.    Spray Freezer, yaitu menyemprot ikan dengan cairan dingin (Murniyati dan Sunarman, 2000)
2.2.3 Prinsip Pembekuan    
   Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan pada tubuh ikan menjadi es. Ikan membeku pada suhu antara -0,6oC sampai-2oC, atau rata-rata pada -1oC. kenyataannya sangat sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, karena air terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan sudah mencapai -120C hingga -30oC sudah dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai antara -55oC hingga -65oC, maka suhu tempat keseluruhan yang ada di dalam tubuh ikan membeku (Adawyah, 2007).

2.3 Prosedur Pembekuan Gurita
          Pada dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Untuk mencegah akibat negatif dari pembekuan seperti terjadinya kristal–kristal es yang besar dalam bahan, maka udang dibekukan dengan sistem quick freezing pada suhu – 24 ºC sampai – 40 ºC. Udang segar dibekukan dengan baik dan disimpan pada suhu dibawah – 17 ºC dapat tahan sampai 6 bulan sedangkan untuk udang cooked and peeled sekitar 2 bulan (Wahyudi, 2003).
Sebagai bahan acuan normatif digunakan SNI 01-6941.3-2002 tentang Penanganan dan Pengolahan Gurita (Octopus sp.) Beku, karena gurita merupakan komoditas perikanan yang berada dalam kelas yang sama dengan cumi-cumi yaitu kelas Cephalopoda. Adapun tahapan penangan dan pengolahan gurita beku berdasarkan SNI 01-6941.3-2002 sebagai berikut :
2.3.1 Penerimaan Bahan Baku
          Bahan baku diterima di unit pengolahan harus ditangani secara  cermat, bersih dengan suhu maksimum 50C dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran. Penerimaan bahan baku dilakukan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat sesuai  dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi bakteri pathogen dan parasit serta dekomposisi.
2.3.2 Penyiangan
          Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku gurita yang bebas mata, gigi,  isi perut dan cairan hitam (sumi). Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan hitam dengan cepat, hati-hati dan mempertahankan rantai dingin.
2.3.3 Pencucian
Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gurita yang bersih, bebas dari lendir dan    benda asing. Pencucian dilakukan dengan cara mencelupkan gurita pada wadah yang berisi air dingin dengan suhu maksimum 50C.
2.3.4 Perendaman dan Pembentukan
                 Proses selanjutnya adalah perendaman dan pembentukan, proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai yang  didinginkan. Gurita direndam selama 45 menit dalam air garam dengan konsentrasi 3%-8%.

2.3.5 Sortasi
            Sortasi dilakukan dengan cara gurita yang sudah bersih lalu disortir menurut ukuran dan cacat fisik. Tujuan dilakukan sortasi adalah untuk memperoleh gurita dengan ukuran yang sesuai dan utuh (bebas kerusakan fisik).           
2.3.6 Pencelupan dalam larutan chlor
          Pencelupan dalam larutan chlor dilakukan dengan cara gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan chlor 5 ppm dengan suhu 50C maksimal 5 detik. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gurita bebas dari kontaminasi bakteri dan dekomposisi
2.3.7 Pembungkusan
Tujuan dilakukan pembungkusan adalah untuk menghindarkan produk dari kontaminasi bakteri dan oksidasi. Proses ini dilakukan dengan cara gurita yang sudah bersih dibungkus dengan kantong plastic yang bersih seperti bola, proses berlangsung pada suhu maksimum 50C.
2.3.8 Pembekuan
          Pembekuan dilakukan untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -180C dengan cepat. Pembekuan dilakukan dengan cara gurita yang sudah tersusun dalam pan dibekukan dengan pembekuan cepat sampai suhu pusat gurita mencapai suhu pusat maksimum -180C dalam waktu maksimum 8 jam.
2.3.9 Pengepakan
          Dilakukan proses pengepakan untuk mendapatkan produk bebas dari kontaminasi bakteri dan   produk sesuai label. Pengepakan dilakukan dengan cara gurita yang sudah beku dikemas dalam kotak karton yang berlapis yang berlapis lilin dan bersih dari kontaminasi mikroba serta filth.
2.3.10 Pengemasan
          Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis. Pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya penularan dan kontaminasi dari luar terhadap produk akhir.
2.3.11 Pelabelan dan Pemberian Kode
          Setiap produk gurita utuh beku yang akan diperdagangkan harus diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir serta memberi keterangan untuk :
a. Jenis produk
b. Berat bersih produk
c. Bila ada bahan tambahan lain harus diberi keterangan bahan tersebut
d. Nama dan alamat unit pengolahan atau dealer serta negara dimana produk ini berasal.
e. Tanggal, bulan dan tahun saat produk tersebut dihasilkan
f.  Hal lain yang dipersyaratkan
          Dalam sistem pelabelan dan pemberian kode harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
2.3.12 Penyimpanan

          Penyimpanan gurita utuh beku harus dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimum -250C dan fluktuasi suhu ± 20C dan menjamin suhu pusat gurita utuh mentah beku maksimum -180C. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran.
2.4 Standar Mutu Gurita (Octopus sp.) Beku
          Sebagai bahan acuan gurita merupakan komoditas perikanan yang berada dalam kelas yang sama dengan cumi-cumi yaitu kelas Cephalopoda. Gurita (Octopus sp.) merupakan hewan yang hidup hampir di seluruh laut, dari laut tropis sampai kutub utara dan selatan. Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat daerah pesisir pantai, akan tetapi belum begitu banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkannya karena hewan ini kurang menarik untuk dilihat dan sulit untuk mendapatkannya. Sedangkan di Jepang, Spanyol, Filipina dan di pesisir pantai timur India penduduknya sudah memanfaatkannya sebagai bahan makanan (Budiyanto dan Sugiarto, 1997).
          Persyaratan bahan baku yang harus dipenuhi untuk proses pengolahan Gurita (Octopus sp) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar Mutu Cumi-cumi (Mastigoteuthis)
Jenis Uji
Satuan
Syarat Mutu
  1. Organoleptik, minimal
  1. Cemaran Mikroba :
-      ALT, maks
-      Escheria colli, maksimal.
-      Salmonella
-      Vibrio cholerae
-       Vibrio parahaemolyticus*),
-      Parasit, maks *)
  1. Cemaran Kimia :
-      Raksa (Hg), maks*
-      Timbal (Pb), maks*
  1. Fisika :
-      Suhu pusat, minimal
Nilai (1-9)


Koloni/gram
APM/ gram
Per 25 gram
Per 25 gram
APM per gram
Ekor
         

         mg/kg
mg/kg


0C
Minimal 7


5,0 x 10 5
< 3
negatif
negatif
< 3
0


0,5
2


-18
Sumber : SNI 2731.3:2010, Cumi-cumi beku- Bagian 3: Penanganan dan pengolahan.  

Keterangan :
ALT  = Angka Lempeng Total
 APM = Angka Paling Memungkinkan
*) Bila diperlukan
          SNI 2731.2:2010 menyebutkan bahwa mutu bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan baku harus memiliki tingkat kesegaran tinggi dimana kesegaran merupakan tolak ukur untuk membedakan gurita yang berkualitas baik dan tidak, dan daging gurita mempunyai karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :
- Rupa dan warna : cermerlang, warna spesifik jenis gurita
- Bau                     : segar spesifik jenis karang segar
- Tekstur               : kenyal, kompak dan fleksibel
- Rasa                   : netral agak manis  

2.5 Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan wajib dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan olahan hasil perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku, peralatan, ruangan proses, dan tenaga kerja (Purnawijayanti,1999).
2.5.1 Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
          Gurita  yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan gurita harus dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang bermutu baik, maka akan menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.
Asal dan mutu bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :
Unit pengolahan pembekuan gurita dilarang mengolah gurita yang berasal dari perairan yang tercemar. gurita yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan (Purnawijayanti,1999).
2.5.2 Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
          Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
          Syarat – syarat peralatan yang digunakan untuk pengolahan bahan makanan adalah :
      1. Mudah dibersihkan.
      2. Dibuat dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
      3. Diletakkan sesuai dengan alur proses.
      4. Harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi bersih pada saat digunakan.
          Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan  untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian (Purnawijayanti,1999).
2.5.3 Sanitasi dan Higiene Karyawan
          Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi atau penutup kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain – lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan (Purnawijayanti,1999).
2.6 Pengolahan Limbah
          Industri perikanan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang  sangat pesat dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Timur,  Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta serta beberapa daerah lainnya di luar Jawa. Dalam proses produksi, industri perikanan menggunakan air dalam jumlah besar, sehingga banyak limbah cair yang dihasilkan. Limbah perikanan khususnya limbah cair umumnya langsung dibuang ke lingkungan tanpa ada penanganan sehingga dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan, seperti merangsang pertumbuhan tanaman air, memunculkan toksisitas terhadap kehidupan air, menurunkan kadar oksigen terlarut pada lingkungan perairan, bahaya terhadap kesehatan masyarakat, serta menimbulkan bau yang mengganggu estetika lingkungan (Jennie dan Rahayu, 1993).
          Air limbah industri pengolahan hasil laut yang dihasilkan mengandung kontaminan organik dalam bentuk terlarut, koloid dan partikel. Secara garis besarnya kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi enam tahap, yaitu (1) pengolahan pendahuluan (pre treatment), (2) pengolahan pertama (primary treatment), (3) pengolahan kedua (secondary treatment), (4) pengolahan ketiga (tertiary treatment), (5) pembunuhan mikroorganisme patogen (disinfection), dan (6) pengolahan lanjutan (ultimate disposal) (Sugiarto, 1987).
          Pengolahan kedua limbah cair melibatkan mikroorganisme dalam
mendegradasi bahan organik. Dalam sistem pengolahan air limbah tahap kedua,
proses oksidasi biologi digunakan untuk mempercepat proses biodegradasi secara alami. Tujuan dari pengolahan secara biologi adalah untuk mengurangi jumlah kandungan bahan padat yang tersuspensi dan
mengubahnya menjadi bentuk yang dapat terendap oleh flokulasi biologi
mikroorganisme (Green dan Kramer, 1979).
2.7 Analisis Usaha
          Analisis usaha (analisa ekonomi) dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran mengenai besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan dan pemasukan yang dapat diharapkan. Adapun jenis-jenis analisi adalah sebagai berikut;
a.    Analisis Biaya Operasional
            Biaya operasional adalah biaya atau pengeluaran oleh suatu perusahaan untuk mendukung suatu sistem kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Yang termasuk kedalam biaya operasional adalah biaya perlengkapan. Biaya asuransi, biaya listrik, biaya air, biaya pajak, biaya iklan, biaya pengiriman, biaya perlengkapan kantor, biaya perawatan alat-alat kantor dan lain-lain sebagainya.
b.    Analisis Biaya Penyusutan
            Biaya penyusutan adalah alokasi biaya perolehan atau sebagian besar harga perolehan suatu asset tetap selama masa manfaat aset tersebut. Besar nilai yang dapat disusutkan adalah selisih antara harga perolehan dengan nilai sisa, yaitu nilai aset tersebut pada akhir masa manfaatnya. Setiap perusahaan memegang peranan penting dalam menentukan metode apa yang akan digunakan dan hal ini akan berpengaruh pada besarnya beban penyusutan.
c.    Analisis Total Biaya Pengeluaran per Bulan
            Total biaya pengeluaran per bulan adalah perolehan hasil aset yang diperoleh selama 1 bulan kemudian di analisa dengan tujuan mendapatkan data produksi selama 1 bulan. Suatu perusahaan perlu melakukan analisa total biaya pengeluaran per bulan untuk mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan untuk melakukan produksi selama masa yang ditentukan.

III. METODOLOGI

3.1. Waktu danTempat
Praktek Kerja Lapang III ini telah dilaksanakan pada Tanggal 7 Mei sampai dengan Tanggal 3 Juni 2018 di PT. Istana Cipta Sembada yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur.

3.2. Metode Praktek Kerja Lapang III
Metode yang digunakan untuk Praktek Kerja Lapang (PKL) III adalah survei dan magang, dalam menigkatkan pengetahuan penulis mengunakan metode survei  yang menurut Husein (2005), adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui pemecahan masalah, memberikan manfaat untuk tujuan-tujuan deskriptif dengan cara membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya,dan juga untuk pelaksanaan evaluasi. Survei dapat dilakukan dengan cara sensus maupun sampling terhadap hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Kegiatan survei yang akan dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap pencapaian tujuan praktek lapang, yaitu pengetahuan menganai bahan baku, bahan pembantu, peralatan pengolahan dan prosedur pembekuan gurita (Octopus sp.).
Keterampilan mengenai teknik pembekuan diperoleh dengan menggunakan metode magang. Metode magang adalah suatu metode latihan memberikan proses belajar dari seseorang atau beberapa orang yang telah berpengalaman (Hidayat, 2012). Magang dilaksanakan dengan cara berpartisipasi aktif dalam kegiatan produksi yang sedang berlangsung. Kegiatan ini dimulai dari proses awal hingga menjadi produk akhir.

3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang akan diperoleh berdasarkan sumbernya  berupa data primer dan data sekunder (Husein, 2005).
a.    Data Primer
Data primer diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perseorang seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian koesioner.
b.    Data Sekunder
            Data sekunder merupakan data yanag telah di olah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpulan data atau  pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel dan diagram.
            Data yang akan diperoleh berdasarkan jenisnya digolongkan menjadi 2 menurut (Husein, 2005) adalah :
  1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang penyajiannya dalam angka berdasarkan pada data dapat dihitung untuk menghasilkan penaksiran kuantitatif yang kokoh, informasi kuantitatif dalam bidang pemasaran.
  1. Data Kualitatif
Data yang dipergunakan untuk permintaan informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraia, maka data tersebut tidak dapat di wujudkan dalam bentuk anka-angka, melainkan bentuk suatu penjelasan yang menggambarkan keadaan, proses, peristiwa tertentu.
          Adapun jenis dan sumber data yang akan diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Praktek Lapang

Data
Berdasarkan Sumber
Primer
Sekunder
Kuantitatif
-     Jumlah bahan baku untuk satu kali produsi
-     Jumlah alat yang digunakan pada proses pembekuan gurita
-     Jumlah bahan tambahan untuk satu kali produksi
-     Konsentrasi (dosis) bahan tambahan
-     Lama waktu yang dibutuhkan pada proses pembekuan
-     Nilai orlganoleptik kesegaran bahan baku
-     Konsentrasi bahan sanitasi
-     Rendemen produk akhir
-      
-       Jumlah karyawan
-       Jumlah sarana dan prasarana
-       Jumlah toilet
-       Jumlah ventilasi

Kualitatif
-     Jenis bahan baku
-     Alur proses pembekuan gurita
-     Keadaan umum tempat perusahaan
-     Bahan tambahan yang digunakann

-       Alamat /lolasi perusahaan
-       Sejarah berdirinya perusahaan
-       Desain dan tata letak pabrik
-       Kegiatan pokok usaha

             
3.4 Teknik Pengumpulan Data

 Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder (Husein, 2005) akan dilaksanakan dengan cara :
a.    Observasi
Observasi yaitu teknik ini menuntut adanya pengamatan dari isi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Obyek observsi meliputi data untuk bahan dan alat produksi, serta prosedur pengolahan yang diterapkan.
b.    Wawancara
Wawancara  adalah salah satu teknik pengumpulan data yang lain pelaksanaan dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang di wawancarai. Adapun data pertanyaan yang ditujukan kepada perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
c.   Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian. Dokumen ini dapat berupa rekaman kaset, rekaman radio, foto, catatan khusus, notulen rapat dan sebagainya, Kegiatan dokumentasi meliputi pengambilan gambar peralatan dan bahan pembantu serta bahan tambahan yang di pakai yang dipakai pada proses pembekuan gurita.

3.5   Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1 Teknik Pengolahan Data
 Data primer dan data sekunder (Azwar, 2010) yang terkumpul akan dilakukan analisis data melalui :
a.    Editing
Editing yaitu pemeriksaan data yang terkumpul secara seksama. Catatan  dalam mengedit data, apakah data sudah lengkap, apakah tulisan sudah jelas untuk dibaca, apakah semua catatan dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa ada respon yang tidak sesuai.
b.   Tabulating
Tabulating adalah pengelompokan data sehingga akan mempermudah analisa selanjutnya. Pengelompokan data ini dapat berupa tabel, grafik dan diagram. Data di tabulating berdasarkan data kuantitatif yang berupa angka misalnya jumlah bahan baku, jumlah pekerja, pengukuran suhu. Sedangkan data kualitatif data serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel tergolong pada salah satu dari pada kelas-kelas yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka– angka.
3.5.2 Analisis Data

Setelah data yang dikumpulkan telah diedit, maka langkah selanjutnya adalah analisis terhadap hasil– hasil yang telah diperoleh. Analisis data yang digunakan penulis adalah analisis deskriptif. Metode analisis penelitian deskriptif yaitu analisa yang bertujuan mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai suatu objek (Husein, 2005). Penulis melakukan analisis deskriptif ini agar dalam menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya tanpa memberikan perlakuan apapun.

3.6    Kegiatan PKL III
3.6.1 Materi PKL III
3.6.1.1  Materi Khusus :
1.    Jenis bahan baku yang akan digunakan
2.    Alur proses pembekuan gurita (Octopus sp.)
3.    Sanitasi dan Higiene
a.   Sanitasi pada Bahan Baku
b.   Sanitasi pada Bahan Pembantu
c.   Sanitasi pada Peralatan
d.   Sanitasi pada Ruang Pengolahan
e.   Higiene Karyawan
4.     Pemasaran

3.6.1.2  Materi Umum :
1.   Sejarah berdirinya unit usaha
2.   Lokasi tempat berdirinya unit usaha
3.   Susunan kepengurusan  unit usaha

IV. KEADAAN UMUM

4.1 Sejarah Singkat Perusahaan
            PT. Istana Cipta Sembada (ICS) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan khususnya dalam proses pembekuan udang dan gurita. Sebelumnya perusahaan ini memiliki nama PT. Istana Cipta Sejahtera. Perusahan berdiri pada tanggal 11 November 1987. Pada awal berdiri PT. Istana Cipta Sembada terletak di Desa Watu Kebo, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Pada tanggal 14 September 2001 lokasi perusahaan berpindah tempat di Desa Labanasem, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan berganti nama menjadi PT. Istana Cipta Sembada.
          PT. Istana Cipta Sembada (ICS) Group adalah sebuah kelompok perusahaan yang mempunyai fokus di bidang industry seafood dengan spesialisasi produk udang dan gurita. PT. Istana Cipta Sembada (ICS) group berupaya memberikan pelayanan dan kualitas terbaik lewat filosofinya produk unggulan, karyawan yang berpengalaman, dan pelayanan yang baik sebagai upaya mencapai kepuasan pelanggan.
PT. Istana Cipta Sembada (ICS) berdiri sejak 11 November 1987, dengan industry seafood sebagai dasar bisnis utama. Seiring dengan perkembangan waktu dan pertumbuhan perusahaan, didukung dengan pengalaman bidang ekspor, PT. Istana Cipta Sembada (ICS) memberikan jasa layanan ekspor melalui PT. Istana Cipta Sembada (ICS) ekspor services (pelayanan ekspor).

4.2 Lokasi
            PT. Istana Cipta Sembada terletak di Dusun Krajan RT 2/01 Desa Labanasem, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kantor pusatnya berada di JL. Waru No. 30 RT 07/02 Kelurahan Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. PT. Istana Cipta Sembada berada di Jalan Raya Jember-Banyuwangi yang merupakan kawasan industri. Luas areal yang ditempati PT. Istana Cipta Sembada adalah 19.920 m2, sedangkan bangunan pabrik menempati luas tanah 7886 m2. Luas tersebut termasuk di dalamnya pabrik pengolahan, kantor, pengolahan limbah, mess karyawan, halaman, dan tempat parkir kendaraan.
Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Adanya sarana transportasi karena berdekatan dengan jalan raya sehingga memperlancar distribusi bahan baku dan pemasaran.
b. Adanya fasilitas listrik, telepon, air dan tenaga kerja serta kemudahan dalam pembuangan air limbah yang sangat menunjang aktivitas kerja PT. Istana Cipta Sembada.

4.3 Ketenagakerjaan
4.3.1 Struktur Organisasi
            Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. ICS merupakan struktur directing. Directing (mengarahkan) adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan, saran-saran, dan perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing (Albin,1993). Tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan.
            Perusahaan ini dipimpin oleh Direktur. Direktur ini mempunyai pegawai atau pembantu untuk proses pembekuan. Direktur memberi tanggung jawab pada setiap pegawai atau pembantu di perusahaan ini. Adapun pembagian tugas dari masing-masing jabatan dapat dilihat pada Gambar 2 :
          
                                                                         Gambar  2. Struktur Organisasi
                                                                                 Sumber : PT.ICS (2018)
Keterangan :
1.  Direktur
Direktur adalah pemimpin perusahaan dimana tugasnya adalah mengatur dan memimpin segala permasalahan yang ada demi kemajuan perusahaan.
2.  Manajer Perusahaan ( Manajer Operasional)
a. Mengawasi keseluruhan kegiatan di perusahaan.
b. Bertanggung jawab terhadap organisasi, manajemen dan kegiatan proses.
c. Memastikan bahwa rancangan HACCP telah diterapkan dan dibuat pembahasan / revisi secara berkala apabila diperlukan, guna tercapainya tujuan yaitu menghasilkan hasil pengolahan gurita yang dapat diterima oleh pasar internasional.
d. Mengulas rancangan HACCP bersama dengan seluruh manajer terkait.
3.  Manajer Pembelian (Manajer Pengadaan)
a. Memberikan laporan kepada manajer operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelian semua bahan baku yang dibutuhkan perusahaan.
c. Ikut serta dalam mengulas rancangan HACCP.
4.  Manajer Produksi
        a. Memberikan laporan kepada manajer operasional.
        b. Bertanggung jawab terhadap kegiatan pengolahan gurita.
        c. Memastikan bahwa pengolahan gurita sesuai dengan rancangan HACCP                  yang sudah dibentuk dan tetap mengikuti aturan GMP.
        d. Ikut serta dalam mengulas rancangan HACCP.
5.  Quality Assurance
a. Memberikan laporan kepada manajer operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengendalian kegiatan proses    produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai ekspor agar  seluruh produk yang dihasilkan sesuai dengan standar / kualitas yang diterapkan oleh perusahaan dan dapat diterima oleh pelanggan.
c. Ikut serta dalam mengulas rancangan HACCP.
6.  Manajer PPIC (Production Planning and Inventory Control)
a. Memberikan laporan kepada manajer operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengendalian dan kelancaran, pelayanan yang baik terhadap pembelian bahan baku, produk serta bahan-bahan pendukungnya hingga pengiriman ekspor.
c. Ikut serta dalam mengulas rancangan HACCP.
7.  Manajer Teknik
a. Memberikan laporan kepada manajer operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap kelancaran pengoperasian dan perawatan / pemeliharaan semua mesin dan peralatan pengolahan dan pendukungnya pada semua tahap kegiatan pengolahan.
8.   Quality Control
a. Memberikan laporan kepada Quality Assurance (QA).
b. Bertanggung jawab mengkoordinasikan dan memantau penerapan GMP dan SSOP berdasarkan konsepsi HACCP.
9.  Laboratorium
a. Memberikan laporan kepada Quality Assurance (QA).
b. Bertanggung jawab dalam pengujian sampel raw material hingga produk akhir secara mikrobiologi maupun kimiawi secara kualitatif dan kuantitatif.
10.  HRD (Human Resource Development)
a. Memberikan laporan kepada Manajer Operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap karyawan, rekrutmen karyawan, pelatihan.
11.  Finance and  Accounting (FA)
a. Memberikan laporan kepada Manajer Operasional.
b.Bertanggung jawab terhadap neraca perdagangan dan keuangan perusahaan.
c. Mengelola dan mengolah keuangan perusahaan.
12.  Asisten Manajer Produksi
a. Memberikan laporan kepada Manajer produksi.
b. Bertanggung jawab terhadap proses produksi.
13. Operator
      Memberikan informasi dari gedung kepada seluruh karyawan melalui pengeras suara.
14.  Staf Gudang
       Bertanggung jawab terhadap penyimpanan barang dan peralatan.
15.  Administrasi Produksi
          a. Memberikan laporan kepada Manajer Produksi.
          b. bertanggung jawab terhadap pencatatan hasil produksi.
16.  Spv Produksi (Supervisor Production)
          a. Memberikan laporan kepada Manajer Produksi.
          b. Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi.
17.  Spv Pengadaan (Supervisor Pengadaan)
          a. Memberikan laporan kepada Manajer Pengadaan.
          b. Bertanggung jawab terhadap pengadaan bahan baku.
18.  DCR (Dailly Collection Report)
          a. Memberi laporan kepada Quality Assurance.
          b. Bertanggung jawab terhadap pembukuan perusahaan.
19.  Coast Control Manager
    a. Mengatur dan melaksanakan proses inventori setiap bulan.
 b. Menerapkan semua kebijakan dan prosedur Cost control kepada semua karyawan dan memastikan semua penghitungan  inventor  beserta bukti atau dokumen pendukungnya.
20.  Coast Contro Administration
         a. Memberi laporan kepada Cost Control Manager.
         b. Bertanggung jawab terhadap administrasi inventor.
21.  Admin IT
       Bertanggung jawab terhadap website perusahaan serta memberikan informasi mengenai perusahaan kepada semua orang melalui jaringan internet.
22.  Supervisor Teknik
            a. Memberi laporan kepada Manajer Teknik.
b. Bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan / pemeliharaan semua mesin dan peralatan pengolahan dan pendukungnya pada semua tahap kegiatan pengolahan.
23.   Operator Teknik
          Bertanggung jawab terhadap pengoperasian seluruh mesin pada perusahaan.
4.3.2 Penggolongan Karyawan
PT. Istana Cipta Sembada merupakan perusahaan berskala besar di bidang perikanan. Sebagian besar karyawannya berasal dari daerah sekitar pabrik seperti Desa Labanasem. Jumlah tenaga kerja PT. ICS sebanyak 600 orang. Karyawan-karyawan dalam melaksanakan kerjanya dibagi menjadi beberapa golongan pekerjaan, dimana golongan-golongan tersebut nantinya akan menentukan wewenang pekerjaan dan besarnya upah yang diterima. Pengelompokan karyawan dibagi dalam beberapa golongan yaitu : 
1.   Karyawan Tetap
Adalah karyawan yang dipekerjakan untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan, yang sistem upahnya tetap dan dilakukan tiap bulan serta bila dalam penjualan pendapatan laba lebih besar maka mendapat bonus.
2.   Karyawan Bulanan Tetap (KBT)
Adalah karyawan yang dipekerjakan untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan, yang sistem pembayaran upahnya tetap dan dilakukan tiap bulan.
3.   Karyawan Harian Tetap (KHT)
Adalah karyawan yang pengupahannya berdasarkan jumlah kerja dan absensi, gaji dibayar tiap bulan.
4.   Karyawan Harian Lepas (KHL)
Adalah karyawan yang bekerja berdasarkan jumlah hari kerja dan absensi, namun sewaktu-waktu tertentu ada yang diliburkan, sistem pembayaran upahnya berdasarkan hari kerja dan absensi kerja.
5.   Karyawan Borongan
Adalah karyawan yang bekerja pada perusahaan untuk melakukan pekerjaan tertentu bergantung pada permintaan buyer, sistem pembayaran upah berdasarkan volume kerja, hari kerja dan absensi karyawan, hanya saja pada kondisi tertentu perusahaan berhak untuk tidak memperkerjakan karyawan sementara waktu.
4.3.3 Sistem Penggajian dan Jam Kerja
            Adapun sistem penggajian yang dilakukan oleh PT. ICS adalah sebagai berikut :
1.   Bulanan, diberikan kepada tenaga kerja tetap per bulan besarnya bergantung dari jabatan dan lamanya kerja.
2.   Harian, diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap, setiap harinya sebesar
Rp. 75.000.  
3.   Borongan, diberikan kepada tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi diberlakukan bila persediaan bahan baku melimpah.
Jam kerja di PT. ICS berlaku bagi semua karyawan yang bekerja selama enam hari dalam seminggu yaitu untuk hari Senin sampai Jum’at mulai pukul 07.30–16.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 08.00–14.00 WIB. Untuk jam istirahat yaitu pukul 12.00–13.00 WIB. Jam kerja yang melebihi batas yang ditentukan maka akan masuk dalam kerja lembur. Untuk hari libur karyawan biasanya diadakan pada hari libur. Menurut kalender, hari-hari besar agama seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal, Waisak dan lain-lain, sedangkan untuk cuti bersama jika proses produksi banyak maka tidak diadakan libur. Berikut rincian jam kerja disajikan pada Tabel 4.
Tabel  4. Efektifitas Jam Kerja
No.
Hari
Jam Kerja
Jam Istirahat
Lembur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu 
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
08.00 -14.00
Libur
12.00 -13.00
12.00 -13.00
12.00 -13.00
12.00 -13.00
11.00 -13.00
12.00 -13.00
Libur
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 14 – Selesai
Libur
 Sumber: PT. ICS (2018)
4.3.4 Kesejahteraan Karyawan
PT. ICS memberikan beberapa fasilitas kepada karyawan untuk menjamin kesejahteraan. Beberapa fasilitas itu di antaranya berupa bantuan bersalin bagi istri karyawan dan karyawan wanita, tunjangan sakit bagi seluruh karyawan dan keluarganya di rumah sakit yang ditentukan, tunjangan meninggal dunia karyawan, bonus kerja dan tunjangan hari raya.

4.4  Sarana dan Prasarana
4.4.1 Sarana
         Sarana adalah berbagai macam peralatan yang digunakan untuk proses pembekuan gurita. Berikut beberapa alat yang digunakan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp.), yaitu :
1.    Meja stailess steel 7 buah.
2.    Timbangan digital 1 buah.
3.    Wastafel 1 buah.
4.    Bak plastik 10 buah.
5.    Bak pencucian 3 buah,
6.    Keranjang plastik 10 buah.
7.    Sarung tangan karet 1 pasang.
8.    Bak fiberglass 4 buah.
9.    Kereta dorong 1 buah.
Untuk mengetahui alat, fungsi, jumlah alat dan spesifikasinya disajikan pada Tabel 5.
Tabel  5. Alat dan Fungsi
No
Sarana
Fungsi
Ukuran (cm)
Jumlah (buah)
1
Meja stainless steel
Tempat proses
220x100x80
      7
2
Timbangan digital
Tempat gurita setelah dicuci dan saat penyortiran
Kapasitas 2 ton
1
3
Wastafel

Tempat cuci tangan
-
1
4
Bak plastic
Tempat untuk menimbang bahan baku
70x40x20
10
5
Bak pencucian
Tempat untuk mencuci bahan baku
50x30x15
3
6
Bak Pencucian
Tempat mencuci gurita
120x60x80
3
7
Keranjang plastik
Tempat sementara bahan baku
-
10
8
Sarung tangan karet
 Untuk melindungi karyawan saat bekerja
-
1
9
Bak fiberglass
Tempat menampung gurita
120x60x60
4
10
Kereta dorong
Alat untuk memindahkan fiberglass
120x15x10
1

   Sumber: PT. ICS (2018)

4.4.2    Prasarana

     Prasarana yang terdapat pada PT. ICS adalah sebagai berikut :
1.   Kantor Utama
Kantor utama berfungsi sebagai tempat untuk mengkoordinasi segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi.
2.   Gudang MC dan Plastik
Gudang MC dan plastik terletak pada ruang terpisah dengan ruang pengolahan berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan MC dan plastik serta transit MC dan plastik sebelum digunakan.
3.   Air Blazt Freezer (ABF)
Terdapat 3 unit ABF dengan kapasitas masing – masing 5 ton. Suhu rendah yang dapat dicapai untuk pembekuan yaitu – 35º C.
4.   Cold Storage
Terdapat 2 buah unit dengan kapasitas penyimpanan 350 ton setiap unitnya. Suhu terendah yang dapat dicapai yaitu - 45º C namun dalam pengoperasiannya hanya sampai - 35º C.
5.   Ruang Mesin
Terdapat pada bagian belakang pabrik. Tempat ini sebagai pusat pengaturan kerja alat pendingin pada ruang proses.
6.   Ruang Ganti Pakaian
Berjumlah 3 buah ruang yang mana masing-masing untuk laki-laki dan perempuan serta satunya untuk QC dan staff.
7.   Bak Cuci Kaki (Foot Wash)
Untuk mengurangi kontaminasi yang dibawa karyawan dari luar maka setiap karyawan yang akan masuk ruang proses diwajibkan melalui bak cuci kaki.
8.   Toilet
Berjumlah 12 buah yang mana 6 untuk laki-laki dan 6 untuk perempuan serta dibuat secara terpisah.
9.   Wastafel
Wastafel adalah bak cuci tangan. Setiap karyawan sebelum memasuki ruang proses diwajibkan mencuci tangan di wastafel. wastafel dilengkapi dengan kran yang didesain agar diaktifkan tanpa menggunakan tangan. Kran dilengkapi dengan sensor panas dan sabun cair.
10.  Musholla
Musholla ini digunakan sebagai sarana ibadah karyawan.
11.   Sumur Air
Sumur air ini digunakan untuk menampung air yang berguna untuk pencucian dan pembersihan peralatan serta pembersihan ruang proses.
12.   Pos Jaga dan Tempat Parkir
Pos jaga ini ditempati 2 orang satpam yang bertugas sebagai penjaga keamanan perusahaan dan juga mengurus kegiatan keluar masuk bahan baku, karyawan, dan tamu. Sedangkan tempat parkir digunakan untuk memarkir kendaraan milik karyawan dan tamu.

4.5  Tata Letak (Lay Out) Perusahaan
Tata letak (lay out) perusahaan ini terdiri dari ruang proses, ruang produksi, ABF (Air Blast Freezer), ruang cuci, ruang es, ruang packing, ruang penerimaan bahan baku dan Cold Storage. Perusahaan ini berukuran atau memiliki luas yaitu   1,8 Ha. Perusahaan ini mempunyai 3 ruang proses dan 1 ruang produksi akan tetapi yang masih aktif digunakan pada saat praktek hanya 1 yaitu ruang proses ke dua. Ruang proses kedua ini digunakan pada seluruh tahapan proses kecuali ruang penerimaan bahan baku. Ruang penerimaan bahan baku bersebelahan dengan ruang pemasaran produk akan tetapi ruang tersebut sudah bertembok untuk memisahkan antara ke dua ruang tersebut serta sehingga tidak ada terjadinya kontaminasi silang. Alur produksi pada pembekuan menggunakan alur proses berbentuk U. Sesuai dengan pengumpulan data dilapangan tata letak perusahaan (Lay Out) sudah tertata dengan baik sesuai dengan alur proses, dimana kegiatan yang satu dan yang lain saling berkaitan. Adapun  tata letak (lay out) Perusahaan disajikan pada Lampiran 3.
Perusahaan ini menggunakan lay out pada ruangan proses berbentuk U. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi silang pada setiap tahapan proses.      Lay out tersebut adalah layout yang baik untuk produksi karena bisa mempersingkat waktu proses dan efisiensi penggunaan fasilitas. Kelebihan menggunakan lay out berbentuk U ini yaitu penghematan penggunaan ruangan, pemindahan bahan dekat, waktu menunggu tidak lama serta meningkatkan jumlah produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010), bahwa pengaturan tata letak (lay out) fasilitas pabrik dan area kerja merupakan masalah yang sering dijumpai bahkan tidak dapat dihindari dalam dunia industri meskipun untuk lingkup yang lebih kecil dan sederhana, dapat berlaku untuk fasilitas pabrik yang sudah ada maupun pengaturan tata letak fasilitas untuk pabrik yang sama sekali baru. Apabila pengaturan ini direncanakan dengan baik maka akan berpengaruh terhadap efisiensi dan kelancaran proses produksi suatu industri. Manfaat lay out berbentuk U yaitu meningkatkan jumlah produksi, mengurangi waktu tunggu, penghematan penggunaan ruangan, efisiensi penggunaan fasilitas dan mempersingkat waktu proses (Sugiyono, 2010).




V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Bahan Baku
Bahan baku gurita (Octopus. sp) diperoleh dari pemasok daerah Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo. Bahan baku dari daerah luar Jawa yaitu berasal dari Sulawesi dan Sumbawa. Bahan baku yang berasal dari wilayah sekitar dalm bentuk segar. Sedangkan, bahan baku yang berasal dari wilayah luar Jawa dalm bentuk beku. pemasok mengirim bahan baku ke perusahaan menggunakan mobil Pick Up yang dikemas dalam cool box sterofoam, Kemudian bahan baku langsung diterima di ruang penerimaan yang ditangani langsung oleh pegawai perusahaan. Bahan baku dari supplier diletakkan dalam sterofoam atau cool box yang memliki susunan dari dasar yaitu es curai kemudian gurita sampai 3 kali tingkatan. Tahap selanjutnya kemudian gurita dicek suhunya. Standar suhu pada   PT. ICS adalah 4°C apabila lebih dari suhu 4°C gurita akan dikembalikan atau masih dipertimbangkan. Gurita dikembalikan apa bila dari tekstur, kenampakan dan bau sudah tidak layak lagi. Sedangkan gurita yang masih dipertimbangkan apabila tekstur, kenampakan dan bau masih layak.
Bahan baku yang sering diterima pada perusahaan yaitu bahan baku yang segar karena agar pada saat mengecek organoleptiknya lebih mudah dibandingkan bahan baku dalam keadaan beku. Hasil pengamatan organoleptik pada bahan baku memiliki nilai rata-rata 8 seperti mata (bening, cemerlang dan cembung), bau (segar, spesifik gurita), tekstur (kompak dan elastis), kenampakan (tentakel utuh tidak cacat) dan warna (abu-abu segar). Bahan baku yang diterima pada perusahaan sejumlah 3,5 sampai 4 ton per harinya. Menurut pendapat Murniyati dan Sunaman (2000), ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es. Adapun score sheet organoleptik dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Score Sheet Pengujian Organoleptik
NO
Karakteristik
Nilai
1
Mata


Bening
8
Cemerlang
8
Cembung
8
2
Bau


Segar
9
Spesifik gurita
9
3
Tekstur


Kompak
8
Elastis
9
4
Kenampakan


Tentakel utuh
9
Tidak cacat
9
5
Warna


Abu-abu segar
8
Sumber : Data Primer (2018)
Berat gurita bervariasi mulai dari 30 gr, 30-50 gr, 50-100 gr dan 100-200 gr/ekor. Pembongkaran gurita di tempat penerimaan bahan baku dilaksanakan dengan cepat dan tepat dengan penerapan suhu 0 - 5oC atau rantai dingin tetap terjaga, serta dihindarkan dari panas matahari, dan selalu menggunakan es dalam setiap perlakuan kecuali pada saat penimbangan.
5.2 Bahan Tambahan
5.2.1    Garam
Garam pada PT. ICS digunakan untuk proses soaking dalam  pembekuan gurita (Octopus sp). Garam pada proses ini memiliki fungsi pengenyal, mengurangi lendir pada gurita dan membunuh mikroorganisme yang berkembang pada gurita serta merubah tekstur gurita akan sedikit kaku atau tidak lembek. Garam yang digunakan pada perusahan adalah garam berwarna putih serta teksturnya seperti pasir. Garam tersebut umumnya dikenal sebagai garam dapur atau garam halus. Menurut Winarno (2007) garam adalah benda padat bewarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat dan Calsium Chlorida. Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germicidal). Dalam konsentrasi rendah (1 – 3 %), justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Beberapa jenis bakteri dapat tumbuh pada garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red balophilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan (Moeljanto,1992)
5.2.2    Sodium Tripolifosfat
            STTP (Sodium Tripolifosfat) adalah salah satu bahan tambahan makanan pada proses pembekuan gurita yaitu pada proses soaking. STTP digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam daging gurita tidak cepat mengering atau dehidrasi sehingga daging gurita akan bertambah beratnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (1983) bahwa polifosfat dimanfaatkan pula pada pembekuan ikan guna mengurangi drip, dimana fillet ikan dicelupkan ke dalam larutan air yang mengandung natrium fosfat atau kalium fosfat atau campuran keduanya sebelum dibekukan. Sodium tripolifosfat digunakan pada produk daging untuk beberapa alasan yaitu mengubah atau menstabilkan pH, meningkatkan daya ikat air daging, mengurangi hilangnya berat daging saat dimasak, dapat memperbaiki tekstur dan sifat sensori daging (keempukan, kadar jus, warna dan rasa) serta memperpanjang umur simpan daging (Long et al., 2011).
5.3 Bahan Pembantu
5.3.1    Air
Air yang digunakan di PT. Istana Cipta Sembada dibagi menjadi 2 kegunaan yaitu air yang digunakan sanitasi dan air yang digunakan produksi. Sumber air tersebut berasal dari pengeboran air tanah yang berada di dalam lingkungan PT. ICS. Air diambil dengan menggunakan pompa dan didistribusikan dengan pipa non korosif dan PVC, lalu ditampung dalam bak penampungan air. Air yang digunakan sanitasi adalah air standar air bersih (tanpa perlakuan khusus) yang hanya digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan yang tidak berkontak langsung dengan produk.
Sementara itu air yang digunakan untuk produksi dan membersihkan peralatan di perusahaan menggunakan air yang telah mengalami proses terlebih dahulu melalui mesin Ultraviolet Water Sterilizer dan Ozonisasi. Air tersebut layak untuk digunakan pada saat proses produksi  dan telah diuji secara kimiawi serta mikrobiologi di laboratorium. Penampakan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau dan tidak berwarna serta aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada perusahaan. Selama proses produksi berlangsung, air di water thretmen sampai 700 mv apabila air tersebut sudah mencapai air sudah dinyatakan aman. Penggunaan air untuk produksi setiap bulan rata-rata 4000-7000 m3, yang dipenuhi dari sumber pengeboran air tanah di perusahaan tersebut.
5.3.2    Es
Penggunaan es pada PT. ICS menggunakan ice flake. Es yang digunakan pada proses pembekuan gurita adalah es jenis curai yang terbuat dari air berkualitas air minum.. Es curai tersebut berasal dari Perusahaan itu sendiri yang dibuat menggunakan mesin ice flake. Penyimpanan es memiliki ruangan khusus pada perusahaan tujuannya untuk mempertahankan suhu es agar es tidak mencair. Es yang digunakan di perusahaan sebaiknya dibuat dari air yang telah  memenuhi persyaratan air minum  dan disimpan pada ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari cemaran bakteri phatogen, jamur, potongan-potongan kayu, dll (Murniyati dan Sunaman,2000)

5.4       Prosedur Pembekuan Gurita (Octopus sp.)
             Alur proses pembekuan gurita (Octopus sp.) pada PT. ICS meliputi penerimaan bahan baku, defrost, penimbangan I, gutting, penimbangan II, cutting raw, soaking, boiling, colling, penimbangan III, cutting, penimbangan hasil  ,pengecekan gurita, pengecekan benda asing, penimbunan, pembekuan dan glazing, metal detecting, packing dan cold storage.
5.4.1    Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang datang di perusahaan biasanya pagi pukul 08.00 WIB. Bahan baku dikirim melalui jasa angkutan darat. Setelah bahan baku diterima kemudian pegawai perusahaan langsung mengecek suhu bahan baku tersebut. Apabila bahan baku sudah memenuhi standar dari perusahaan langsung diterima dan di proses. Bahan baku yang diterima dalam keadaan segar serta memiliki nilai rata-rata organoleptik minimal 8 seperti mata (bening, cemerlang, cembung), bau (segar, spesifik gurita), tekstur (kompak, elastis), kenampakan (tentakel utuh, tidak cacat) dan warna (abu-abu segar). Standar suhu pada tahapan penerimaan bahan baku adalah 4°C karena dengan suhu tersebut bahan baku masih segar.
Menurut pendapat Fellow (2015), bahwa bahan baku atau bahan pangan segar dilihat dari segi tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan. Bahan pangan segar serta memiliki daya awet yang lama dipengaruhi oleh suhu. Suhu untuk bahan pangan segar dibawah 4°C. Bahan baku didatangkan sejumlah 4 ton per harinya. Bahan baku yang datang adalah gurita beku yang berbentuk ball dengan bungkus plastik tipis.
Bahan baku tersebut diangkut dengan menggunakan kendaraan pick up. Selama perjalanan bahan baku gurita disimpan didalam sterofoam dengan ditambahkan es curai  untuk mempertahankan mutu gurita tersebut. Es curai berupa butiran-butiran yang sangat halus (diameter ± 2 mm) dan lembek, dan umumnya sedikit berair (Murniyati dan Sunaman, 2000).
Penataan gurita dan es di dalam sterofoam menggunakan metode penimbunan (bulking) yaitu penyusunan di dalam sterofoam dilakukan mulai dari es curai sebagai dasarnya, kemudian gurita lalu es curai, gurita lagi dan terakhir es curai. Perbandingan antara es curia dan dan daging gurita adalah 2 : 1, yaitu 2 kg es curia kemudian ditumpuk danging gurita 1 kg. Metode ini baik untuk digunakan karena dapat mempertahankan mutu bahan baku. Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunaman (2000), metode bulking adalah pengesan ikan dalam wadah yang dilakukan pemberian es dasar wadah, beri lapisan es lagi di atas lapisan ikan. Demikian seterusnya penyusunan ikan dilakukan sampai wadah terisi penuh. Adapun penataan gurita dan es disajikan pada Gambar 3.
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: E:\data ilufa\Tahapan Proses Fillet Kakap Merah\A. Bahan Baku Segar (Sterofoam).JPG     
Gambar 3. Penyimpanan Gurita (Octopus sp.) Pada Sterofoam
Sumber: PT. ICS (2018)
Adapun standar mutu bahan baku yang diterima PT. ICS disajikan pada Tabel 7. Berikut :
Tabel 7. Standar Mutu Bahan Baku Perusahaan
No.
Ciri-ciri
Penerimaan
Tolelir
Penolakan
1
Mata
Bening, cemerlang, cembung
mata cembung, ada lingkar merah
Cacat, hilang
2
Bau
Segar, spesifik gurita
Netral
Busuk, bau ammonia
3
Tekstur
Kompak, elastis
Sedikit lembek (bila ditekan masih kembali)
Lembek (bila ditekan tidak kembali)
4
Kenampakan
Tentakel utuh, tidak cacat
Sedikit cacat untuk gurita, maksimal 2 tentakel yang patah
Banyak tentakel yang patah lebih dari 2
5
Warna
Abu-abu segar
Abu-abu, ada kulit yang mengelupas.
Pucat, warna abu-abu pudar
           Sumber : PT. ICS (2018)
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat standar mutu bahan baku yang diterima oleh perusahaan meliputi mata, tekstur, bau, kenampakan dan warna. 
5.4.2    Defrost
Gurita beku berbentuk bola yang sudah diterima kemudian di tempatkan pada wadah besar dan direndam air untuk dilakukan proses defrost. Kemudian gurita dikeluarkan dari plastik dan ditempatkan di wadah besar lain lalu direndam air. Fungsi air pada proses tersebut adalah untuk mempercepat proses pencairan gurita beku yang baru datang.  
5.4.3    Penimbangan I
Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Penimbangan dilakukan dengan meletakkan keranjang di atas timbangan kemudian gurita dimasukkan lalu dicatat beratnya. Tujuan penimbangan I dilakukan agar supaya mengetahui berat bahan baku yang datang dari pengiriman atau pemasok. Menurut Adawiyah (2007), penimbangan dilakukan dengan cara keranjang diletakkan pada timbangan digital kemudian timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu dicatat.
5.4.4    Gutting (Penyiangan)
Setelah proses defrost dan penimbangan I, maka proses selanjutnya adalah proses gutting (penyiangan) pada bahan baku. Tujuan dari proses gutting adalah untuk membersihkan isi kepala dan tinta gurita sehingga mendapatkan bahan baku gurita yang bersih dan sesuai standar. Proses gutting dapat dilihat seperti Gambar 4.

Gambar 4. Proses Gutting gurita
Sumber : kupang.antarnews.com (2018)
5.4.5.   Penimbangan II
Penimbangan II dilakukan setelah proses gutting yang bertujuan untuk mengetahui penyusutan berat gurita setelah proses gutting. Penimbangan II dilakukan menggunakan timbangan digital. Penimbangan  dilakuan sama dengan penimbangan I yaitu dengan meletakkan keranjang di atas timbangan kemudian gurita dimasukkan lalu dicatat beratnya. Tujuan penimbangan II dilakukan agar mengetahui berat bahan baku setelah dilakukan proses gutting (penyiangan). Menurut Adawiyah (2007), penimbangan dilakukan dengan cara keranjang diletakkan pada timbangan digital kemudian timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu dicatat.
5.4.6   Cutting Raw (Pemotongan Mentah)
            Proses cutting raw dilakukan setelah proses gutting dan penimbangan II. Pada proses cutting raw gurita dipotong bagian kepala (head), leher (neck), dan tentakel (leg). Masing-masing bagian dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Pada pemotongan tentakel (leg) dibagi menjadi dua bagian yaitu dipotong tengahnya, sehingga kaki atau tentakel gurita menjadi 4 bagian kanan dan 4 bagian kiri. Setelah dikelompokkan berdasarkan jenisnya pada wadah yang berbeda, kemudian hasil pemotongan gurita diberi es untuk menjaga kesegaran baha baku kemudian hasil pemotongan gurita dikirim ke ruang soaking. Proses cutting raw dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Cutting Raw
Sumber : wikihow.com (2018)
5.4.7    Soaking
Proses perendaman (soaking) dilakukan dengan cara gurita dimasukkan pada wadah fiber berukuran besar kemudian ditambah dengan air, es serta ditambahkan garam dan sodium tripolifosfat kemudian diaduk aduk selama 5 menit lalu ditutup rapat dan didiamkan selama 1 malam. Tujuan dilakukan pengadukan adalah untuk menghomogenkan gurita, garam, sodium tripolifosfat. Proses ini memiliki tujuan untuk membentuk kekenyalan dan tekstur gurita, untuk mengurangi lendir yang masih menempel pada gurita, membunuh mikroorganisme dan agar tekstur gurita menjadi keset serta mempermudah untuk proses selanjutnya. Adapun persentase perendaman pada gurita dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase perendaman gurita
Bahan Perendaman
Persentase (%)
Air
60
Es
30
Garam
2
Sodium Tripolifosfat
8
Jumlah
100
Sumber : Data Primer (2018)
Perendaman dilakukan dengan air 60%, es 30%, garam 2% dan sodium tripolifosfat 8% dari berat gurita. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI batas penggunaan P2O5 (Sodium Tripolifosfat) adalah 5 gram per kilogram berat adonan atau 0,5 % (Leny Yuanita, 2008). Masing-masing wadah fiber menampung gurita sejumlah 300 gram. Tujuan penggunaan garam 2% air dan es adalah mendinginkan produk agar mutu tetap terjaga, garam berfungsi untuk menurunkan titik beku es dan memperbaiki tekstur daging pada gurita. Sedangkan tujuan penggunaan sodium tripolifosfat 8%  adalah untuk membentuk kekenyalan dari tekstur gurita dan menambah berat gurita sehingga pada proses boilling gurita tidak terlalu menyusut. Gurita yang sudah melalui proses soaking kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital pada keranjang dan dikirim ke ruang boil. Satu keranjang memuat 30 kg gurita. Proses soaking dapat dilihat seperti Gambar 6.
Gambar 6. Proses Soaking Gurita 
Sumber : PT. ICS (2018)
5.4.8    Boiling
Boiling dilakukan setelah proses soaking. Boiling dilakukan di ruang boil. Dilakukan dengan cara memasukkan keranjang yang berisi gurita kedalam pemanas (Heater) yang besar. Di dalam ruang boil terdapat 5 mesin pemanas, 4 mesin pemanas berukuran kecil dan 1 mesin pemanas berukuran besar. Akan tetapi mesin pemanas yang bisa digunakan hanya 3 yaitu 2 mesin pemanas kecil dan 1 mesin pemanas besar. Mesin pemanas kecil hanya memuat 1 keranjang gurita dengan berat 30 kg, sedangkan untuk mesin pemanas yang besar memuat 4 keranjang gurita. Boiling dilakukan dengan cara memanaskan air hingga mencapai suhu 950-970. Gurita yang akan di boil dimasukkan kedalam mesin pemanas sambil diaduk-aduk lalu ditutup. Suhu gurita setelah diboil harus mencapai suhu 450C karena pada suhu sekian penyusutan pada gurita tidak terlalu kecil. Adapun standar boiling pada proses pembekuan gurita (Octopus. sp) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Standar Boil Gurita (Octopus. sp)
Size (kg)
Tonase/Boil (kg)
Segment
Timer (second)
0,3 – 0,5
120
Leg
90
0,5 – 1,0
120
Leg
180
1,0 – 2,0
120
Leg
210
2,0 up
120
Leg
360
Mix
120
Head
240
Sumber : PT. ICS (2018)
Keterangan :
Gurita yang berukuran 0,3 – 0,5 direbus dengan kapasitas 120 kg yang merupakan bagian kaki (Leg)  membutuhkan lama waktu untuk merebus adalah 90 detik.
5.4.9    Cooling
            Setelah proses soaking dan boiling, proses selanjutnya adalah cooling. Gurita yang sudah diboil kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan dibawa ke ruang proses yang kemudian dilakukan proses cooling. Proses cooling bertujuan untuk menurunkan suhu gurita yang baru diangkat dari  mesin pemanas. Cooling dilakukan menggunakan wadah fiber berukuran sedang. Sebelum proses colling dilakukan wadah fiber tersebut diisi air dan diberi es.. Gurita yang panas dimasukkan ke dalam wadah fiber tersebut dan didiamkan selama ± 5 menit.
5.4.10  Penimbangan III
Penimbangan III dilakukan untuk mengetahui berat gurita setelah proses boilling. Dilakukan menggunakan timbangan digital. Penimbangan III  dilakukan sama dengan penimbangan I dan II yaitu dengan meletakkan keranjang di atas timbangan kemudian gurita dimasukkan lalu dicatat beratnya. Tujuan penimbangan III dilakukan agar supaya mengetahui berat bahan baku setelah dilakukan proses boiling (perebusan). Menurut Adawiyah (2007), penimbangan dilakukan dengan cara keranjang diletakkan pada timbangan digital kemudian timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu dicatat.
5.4.11  Cutting (Pemotongan Matang)

            Setelah proses colling dan penimbangan III proses selanjutnya adalah cutting (pemotongan) gurita yang sudah matang. Pemotongan dilakukan menggunakan pisau dan berbentuk bulat. Cutting dilakukan dengan cara meletakkan gurita diatas telenan kemudian dipotong sesuai size yang diminta oleh buyer. Daging gurita yang dipotong hanya diambil yang berwarna putih, sedangkan gading yang berwarna hitam disendirikan, akan tetapi limbah daging pemotongan (Broken)  tersebut tidak dibuang, melainkan bisa dijual atau diolah kembali. Hasil limbah potongan daging gurita dibagi menjadi 2 jenis yaitu, (1) Broken ekor (Ashesaki), biasanya limbah tersebut di bekukan dan diekspor ke Jepang. (2) Broken leg,limbah ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu broken leg warna hitam, yang biasanya hanya dijual di daerah lokal saja dan broken leg warna putih (Kiriotushi) yang biasanya dibekukan lalu diekspor ke Jepang.
            Setelah gurita dipotong sesuai ukuran yang diminta buyer, kemudian dilakukan proses sortir. Proses sortir ini dilakukan untuk menghomogenkan ukuran hasil pemotongan gurita matang. Hasil sortir kemudian diletakkan pada wadah fiber dan ditaburi es pada permukaannya yang bertujuan untuk mempertahankan mutu daging gurita.
5.4.12  Penimbangan Hasil
Proses selanjutnya adalah penimbangan hasil dan pengelompokan per box. Hasil pemotongan gurita kemudian ditimbang berdasarkan hasil sortir. Setelah ditimbang kemudian hasil pemotongan gurita dikelompokkan berdasarkan ukuran. Hasil pengelompokan tersebut ditempatkan pada wadah atau box yang berbeda dengan tujuan untuk mempermudahkan dalam proses selanjutnya dan membedakan hasil potongan gurita sesuai dengan permintaan buyer.
5.4.13  Pengecekan Gurita
            Setelah potongan gurita dikelompokkan pada wadah fiber yang berbeda kemudian petugas pengecekan melakukakan pengecekan sampel masing-masing box. Pengecekan ini dilakukan dengan tujuan memastikan ukuran potongan sesuai dengan permintaan buyer dan memastikan bahwa hasil potongan gurita lolos sesuai ukuran pengelompokan per box.
5.4.14  Pengecekan Benda Asing
            Setelah proses pengecekan, proses selanjutnya adalah pengecekan benda asing pada potongan gurita. Proses pengecekan benda asing pada potongan gurita menggunakan alat “Meja Lampu” . Proses ini dilakukan dengan cara menuangkan potongan gurita di atas meja lampu kemudian memilah-milah potongan gurita tersebut. Kemudian potongan yang sudah dipilah-pilah dan dianggap lolos ditempatkan pada wadah fiber yang lain. Proses ini bertujuan untuk mengetahui benda-benda asing yang ikut terbawa pada proses sebelumnya. Benda asing tersebut antara lain benang, plastik, rambut, dan kertas.
5.4.15  Penimbunan
            Hasil potongan gurita yang sudah dinyatakan lolos pada proses pengecekan benda asing kemudian diletakkan pada box timbun. Sebelum potongan gurita ditaruh pada box timbun, wadah fiber terlebih dahulu diberi es curai lalu potongan gurita  dituangkan pada wadah fiber tersebut lalu diberi es curai, begitu seterusnya sampai wadah fiber penuh. Permukaan paling atas dilapisi es curai lalu ditutup dan menunggu proses selanjutnya. Tujuan dari proses ini adalah mempertahankan kualitas mutu pada potongan gurita tersebut sampai menuggu proses selanjutnya. Hasil potongan gurita ditimbun terlebih  dahulu karena pada PT. ICS kekurangan tenaga kerja dan peralatan sehingga potongan gurita harus ditimbun terlebih dahulu.
5.4.16  Pembekuan dan Glazing
            Hasil potongan gurita yang ditimbun kemudian dibekukan menggunakan mesin IQF (Individual Quick Freezing). Potongan gurita ditata dan diratakan  pada mulut mesin IQF. Pada pintu keluar pertama potongan gurita keluar dalam bentuk beku per biji. Pada pintu keluar pertama potongan gurita dibekukan dengan suhu 160C  dengan kecepatan mesin 3000 kilo/1 jam. Kemudian potongan gurita beku masuk kedalam mesin kedua. Mesin kedua ini berfungsi untuk memberikan lapisan es pada potogan gurita beku atau disebut proses glazing. Pada mesin glazing ini menggunakan suhu 80C sehingga lapisan pada potongan gurita beku menjadi tebal dari pada sebelumnya.
5.4.17  Metal Detecting
            Setelah potongan gurita dibekukan menggunakan mein IQF dan di glazing, kemudian potongan gurita beku dilewatkan mesin detector. Tujuan proses ini adalah untuk mengetahui kandungan logam berat pada produk sehingga pada saat diekspor produk memiliki kualitas mutu dan keamanan pangan yang terjamin.
5.4.18  Packing dan Cold Storage
            Proses selanjutnya adalah proses packing dan penyimpanan pada cold storage. Setelah produk dilewatkan pada mesin metal detector dan dinyatakan lolos kualitas mutu dan keamanan pangan, kemudian produk di packing. Sebelum produk di packing, produk ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan digital. Produk gurita (Octopus. sp) beku di packing menggunakan kemasan dengan ukuran 1 kg/pcs.Setelah produk di packing kemudian produk gurita beku disimpan pada cold storage. Pada cold storage   PT. ICS menggunakan suhu -180C.

5.5       Mutu Produk Akhir
            Pengendalian mutu produk merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan dalam rangka menghasilkan dan memberikan produk yang memiliki mutu yang baik. Persaingan usaha yang semakin ketat, ditambah dengan tuntutanbaik secara formal melalui peraturan perundang-undangan, maupun secara nonformal melalui kepuasan konsumen, maka menghasilkan produk yang berkualitas atau bermutu sudah menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan. Adapun syarat mutu bahan baku produk dapat dilihat pada Tabel 10               
Tabel 10. Syarat Mutu Bahan Baku Produk
Jenis Uji
Satuan
Syarat Mutu
Organoleptik minim
Nilai (1-9)
Minimal 7
Cemaran mikroba
ALT, maks
Koloni / gr
5,0 x 104
     Esscheria colli, maks
APM / gr
< 3
Salmonella
Per 25 gr
Negatif
Vibrio cholera
Vibrio parahaelyticus*),
APM / gr
< 3
Parasit, maks*)
Ekor
0
Cemaran kimia
Raksa (Hg) maks*
Timbal (Pb) maks*

Mg / kg
Mg / kg

0,5
2 - 18
Fisika :
Suhu pusat, minimal

0C

 Sumber : http://www.smkpkpuger.sch.id/2013/11/pengolahan-udang-dan-gurita-di-pt.html

5.6       Penerapan Sanitasi dan Higiene
5.6.1    Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
   Bahan baku gurita (Octopus. sp) diperoleh dari pemasok daerah Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo. Sedangkan dari daerah luar jawa yaitu Sulawesi dan Sumbawa. pemasok mengirim bahan baku ke perusahaan menggunakan mobil Pick Up yang dikemas dalam cool box sterofom Kemudian bahan baku langsung diterima di ruang penerimaan yang di tangani langsung oleh pegawai perusahaan. Bahan baku dari suplier diletakkan dalam sterofom atau cool box yang memliki susunan dari dasar yaitu es curai kemudian gurita sampai 3 kali tingkatan. Kemudian gurita di cek suhunya. Standar suhu pada PT. ICS adalah 4°C apabila lebih dari suhu 4°C gurita akan dikembalikan atau masih dipertimbangkan.
Bahan baku yang sering diterima pada perusahaan yaitu bahan baku yang segar karena agar pada saat mengecek organoleptiknya lebih mudah dibandingkan bahan baku dalam keadaan beku. Hasil pengamatan organoleptik pada bahan baku memiliki nilai rata-rata 8 seperti mata (bening, cemerlang dan cembung), bau (segar spesifik gurita), tekstur (kompak dan elastis), kenampakan (tentakel utuh tidak cacat) dan warna (abu-abu segar). Bahan baku yang diterima pada perusahaan sejumlah 3,5 sampai 4 ton Per harinya. Menurut pendapat Murniyati dan Sunaman (2000), ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata-mata didinginkan dengan es.
Berat gurita bervariasi mulai dari 30 gr, 30-50 gr, 50-100 gr dan 100-200 gr/ekor. Pembongkaran gurita ditempat penerimaan bahan baku dilaksanakan dengan cepat dan tepat dengan penerapan suhu 0 - 5oC atau rantai dingin tetap terjaga, serta dihindarkan dari panas matahari, dan selalu menggunakan es dalam setiap perlakuan kecuali pada saat penimbangan.
5.6.2  Sanitasi dan Higiene Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dipakai oleh PT. ICS untuk proses pembekuan gurita (Octopus sp.) berupa garam 2 %, sodium tripolifosfat 8% dari berat gurita. garam digunakan sebagai bahan tambahan karena memiliki fungsi sebagai pengenyal, mengurangi lendir pada gurita dan membunuh mikroorganisme yang berkembang pada gurita serta merubah tekstur gurita akan sedikit kaku atau tidak lembek. Sedangkan sodium tripolifosfat memiliki fungsi untuk memperbaiki tekstur gurita dan menambah berat gurita saat direndam sehingga pada saat proses boiling daging gurita tidak terlalu menyusut serta digunakan sebagai bahan tambahan karena memiliki fungsi mengubah tekstur gurita menjadi mengkilat setelah proses soaking.
5.6.3  Sanitasi dan Higiene Bahan Pembantu
Air yang digunakan di PT. Istana Cipta Sembada dibagi menjadi 2 macam yaitu air sanitasi dan air produksi. Sumber air tersebut berasal dari pengeboran air tanah yang berada di dalam lingkungan PT. ICS. Air sanitasi adalah air standar air bersih (tanpa perlakuan khusus) yang hanya digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan yang tidak berkontak langsung dengan produk. Sementara itu untuk mencuci bahan baku dan membersihkan peralatan di PT. Istana Cipta Sembada menggunakan air yang diproses terlebih dahulu melalui mesin Ultraviolet Water Sterilizer dan Ozonisasi dan secara fisik air tersebut jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna serta aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. ICS.
Penggunaan es pada PT. ICS yaitu menggunakan es curai. Es yang digunakan pada proses produksi adalah es jenis curai yang terbuat dari air berkualitas air minum yang telah diuji secara berkala dan disimpan pada ruang penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari cemaran bakteri phatogen, jamur, potongan-potongan kayu, dll.
5.6.4  Sanitasi dan Higiene Peralatan
Semua peralatan dan perlengkapan pembantu yang digunakan terbuat dari aluminium/stainless stell dan plastik, dimana peralatan dan perlengkapan pembantu yang dipergunakan dalam operasi pengolahan sudah mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan yang baik. Hal ini dapat dilihat pada saat sebelum dan setelah melakukan proses, semua peralatan yang telah digunakan dicuci dengan air mengalir ditambahkan deterjen dan disikat, selain itu pada saat–saat tertentu pencucian peralatan ditambahkan dengan khlorin 10 ppm. Disamping itu bahan dan konstruksi peralatan yang digunakan juga mudah dibersihkan. Peralatan yang sekiranya tidak layak pakai tidak dipergunakan lagi karena dikhawatirkan dapat mencemari produk. Menurut pendapat Purnawijayanti (1999), bahwa semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
5.6.5  Sanitasi dan Higiene Karyawan
            PT. ICS sangat memperhatikan sanitasi dan higiene karyawan demi keamanan produk yang dihasilkan, tetapi kedisiplinan karyawan masih kurang hal ini dikarenakan karyawan  yang bekerja tanpa di awasi Quality Control  tidak menghiraukan kelengkapan kerja, seperti masker, penutup kepala, dan sarung tangan.
 Sebelum masuk pada ruang proses karyawan pada perusahaan ini harus memakai perlengkapan yang diberikan untuk karyawan antara lain seragam kerja yang berupa jas lab, hairnett, masker, penutup kepala (topi), sarung tangan, apron, sepatu boot. Karyawan dilarang menggunakan perhiasan dan juga dilarang memelihara kuku, karena hal tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Hal ini sependapat dengan Purnawijayanti (1999), Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena merupakan hal yang penting dalam proses pembekuan gurita. Karyawan yang bekerja harus memperhatikan beberapa hal mulai dari pakaian yang digunakan harus bersih, rambut harus tertata rapi dan tidak boleh sampai jatuh pada produk, memakai sarung tangan kemudian kondisi juga tidak boleh dalam keadaan sakit saat bekerja, dan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah proses.
5.6.6  Ruang Proses
            Sanitasi dan higiene ruang proses di PT. ICS sudah terjaga dengan baik. Karena adanya petugas khusus yang bertugas untuk membersihkan lantai akan tetapi biasanya setelah proses selesai karyawan langsung membersihkan langsung. Pembersihan ini menggunakan air yang disemprotkan pada lantai dan di tambahkan sabun lantai apabila lantai masih ada sisa air yang menggenang langsung di pel menggunakan kain khusus untuk lantai. Setiap ruang proses dilengkapi dengan tirai plastik. Tujuannya untuk mencegah kontaminasi silang pada tahapan proses. Sebelum masuk ke ruang proses juga dilengkapi dengan bak pencucian kaki dengan klorin 200 ppm. Pest control juga terdapat di atas pintu masuk ruang proses, fungsinya untuk membunuh binatang seperti serangga, lalat, dan lain-lain. Lantai dalam ruang proses terbuat dari plesteran yang sudah dicat bewarna biru dan memiliki kemiringan 3° sehingga sangat mudah untuk pembersihannya. Di ruang proses terdapat lubang khusus untuk pembuangan air atau sisa pada tahapan proses. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnawijayanti (1999), sanitasi dan higiene pada ruang proses adalah sebagai berikut:
1. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan.
2. Lantai, ruang pengolahan dan peralatan dibersihkan setiap hari atau setelah proses berakhir.
3. Memasang kawat kasa pada pintu masuk dan jendela serta memasang jeruji atau saringan pada lubang pembuangan limbah atau sisa proses.
5.7       Pengolahan Limbah
            Pada proses pembekuan gurita di PT. Istana Cipta Sembada terdapat dua macam limbah yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair berasal dari sisa pencucian gurita,. Sedangkan limbah padat berasal dari sisa potongan-potongan daging gurita. Adapun cara pengolahan limbah yang digunakan berbeda, yaitu limbah cair diolah dengan cara nitrifikasi yaitu penguraian bakteri  dengan cara mensterilkan limbah cair sehingga limbah tidak berbau kemudian limbah cair dibuang di sawah yang terletak di belakang perusahaan. Sedangkan limbah padat diolah dengan cara di bekukan kemudian di ekspor ke Jepang, China, Taiwan, dan Arab.



VI. KESIMPULAN DAN SARAN
  6.1.  Kesimpulan                                                                                                         
1.    Bahan baku yang digunakan pada PT. ICS adalah gurita (Octopus sp.), bahan pembantu yang digunakan air dan es, serta peralatan yang digunakan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp.) terdiri dari keranjang plastik, timbangan digital, bak plastik,  Individual Quick Freezer, Cold Storage dan lain – lain.
2.    Tahapan proses pembekuan gurita (Octopus sp.) meliputi penerimaan bahan baku, defrost dan penimbangan I, gutting (penyiangan), penimbangan II, cutting raw (pemotongan mentah), soaking, boiling, colling, penimbangan III, cutting (pemotongan matang), penimbangan hasil, pengecekan gurita, pengecekan benda asing, penimbunan, pembekuan (IQF) dan glazing, metal detactor, packing dan cold storage. Dari semua tahapan tersebut sudah berjalan dengan baik sesuai standar perusahaan, dimana setiap tahapan selalu menerapkan sistem rantai dingin.
3.    Penerapan sanitasi dan higiene pada PT. ICS telah dilakukan  dengan baik, namun masih perlu adanya pengawasan yang lebih ketat lagi, pada disiplin pengawasan perlengkapan kerja terutama kelengkapan masker dan sarung tangan.

6.2 Saran  
1.    Sebaiknya karyawan memasang sarung tangan agar tidak terajadi kontaminasi silang pada  produk.
2.    Pengawasan sanitasi dan higiene karyawan dalam penggunaan masker dan sarung tangan perlu diperketat, agar tidak mengkontaminasi pada produk.


    DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Budiyanto Agus dan Sugiarto Herri,1997. Oseana, Volume XXII, Nomor 3, 1997 : 25-33
Albin R.S, 1993. Emosi: Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Afriyanto dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Agung. 2003. Tatalaksana Hygiene Sanitasi Untuk Penjamah Makanan.
Albin R.S, 1993. Emosi: Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


Azwar, H dan Syaifuddin. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Fellows, P. J. 2015. Teknologi Pengolahan Pangan : Prinsip dan Praktik, Edisi 3. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Green, J. H. dan A. Kramer. 1979. Food Processing Waste Management. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/star.19810330719/abstract&hl=id-ID
Hidayat. 2012. Metode Praktek Kerja Lapang. Media Pelajaran. Bogor.
Husein,U. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Gading Permai. Jakarta.
Jennie, B.S.L dan W.P. Rahayu, 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan
                  Kanisius. Yogyakarta.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses Pengolahan Terasi Udang Rebon (Acetes indicus)