PROSES PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp.) DI PT. ISTANA CIPTA SEMBADA BANYUWANGI JAWA TIMUR
PROSES PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp.)
DI PT. ISTANA CIPTA SEMBADA BANYUWANGI JAWA TIMUR


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sebagai
hasil perikanan umumnya gurita merupakan komoditi yang berpotensi untuk diolah
menjadi gurita beku. Lengan dan berbagai bagian tubuh gurita dapat menjadi
berbagai macam variasi makanan. Gurita merupakan makanan laut bagi penduduk di negara–negara Mediterania, Meksiko dan
bahan utama berbagai makanan Jepang, seperti sushi, tempura, takoyaki dan akashiyaki (Wikipedia, 2009).
Salah satu sumberdaya hayati laut
yang belum banyak diinformasikan adalah jenis-jenis gurita (Octopus sp.) dengan teknik pengolahan yang baik,
gurita merupakan makanan dari laut yang bernilai sangat mahal. Gurita (Octopus sp) merupakan hewan yang hidup hampir di seluruh laut, dari laut tropis
sampai kutub utara dan selatan. Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat daerah pesisir pantai, akan tetapi belum begitu banyak masyarakat Indonesia yang
memanfaatkannya karena hewan ini kurang menarik untuk dilihat dan sulit untuk
mendapatkannya. Sedangkan di Jepang, Spanyol, Filipina dan di pesisir pantai timur India penduduknya sudah
memanfaatkannya sebagai bahan makanan (Budiyanto
dan Sugiarto, 1997).
Keistimewaan
yang dimiliki oleh gurita (Octopus sp.)
yaitu dapat merubah warna tubuhnya dengan cepat bila ada musuh yang
menyerangnya. Kulit dari gurita memiliki banyak khromatofor yang mengandung zat
warna atau pigmen. Warna pigmen itu antara lain hitam, coklat, kuning, dan
sebagainya. Kelenjar tinta berada di dalam perutnya dan menjadi salah satu alat
untuk mempertahankan dirinya. Kelenjar ini dapat terbuka melalui bagian atap
kepalanya. Gurita memiliki paruh yang mirip burung kakatua, bedanya hanya
rahang bagian bawah saja yang menutup rahang bagian atas. Rahang tersebut
digunakan untuk memotong makanan dan mungkin sekali dalam beberapa bentuk
digunakan untuk melindungi diri. Tempat tinggal yang paling disukai adalah
batuan-batuan yang berlubang. Gurita aktif pada malam hari atau disebut hewan
nokturnal (WELLS, 1962).
Beberapa
penelitian ilmiah membuktikan bahwa gurita merupakan hewan laut yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang bergizi karena mengandung protein dengan
kadar yang lebih tinggi, dibandingkan dengan zat-zat lain yang terdapat di dalam
hewan tersebut. Selain itu daging gurita juga mengandung lemak, kalsium, fosfor
dan zat organik lain. Di Jepang, Spanyol, Filipina dan di pesisir
pantai timur India penduduknya sudah memanfaatkannya sebagai bahan makanan. Penduduk di Indonesia masih belum memanfaatkan gurita sebagai bahan pangan
karena hewan ini memiliki bentuk yang kurang menarik dan sulit untuk ditangkap.
(Budiyanto dan Sugiarto, 1997).
Pengolahan dan
pengawetan dilakukan
bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan
mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan dan
kerusakan. Pada umumnya hasil perikanan termasuk jenis bahan makanan yang
rentan terhadap kerusakan atau pembusukan, apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi, dan
mikrobiologi. Oleh karena itu, harus segera mendapat penanganan,
diantaranya melalui pengawetan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Salah satu cara mengawetkan
gurita yang tidak mengubah sifat alaminya adalah pembekuan.
Produk gurita beku merupakan salah satu komoditas ekspor dalam penambahan
devisa negara di Indonesia dari hasil perikanan.
Seiring
dengan perkembangan jaman dan meningkatnya kesadaran manusia mengenai kesehatan
pangan, maka usaha pengolahan gurita menetapkan suatu persyaratan dan standar
yang mutlak terhadap suatu produk gurita beku yang telah ditentukan. Gurita yang diekspor ke luar negeri harus memenuhi standar produk akhir yang
telah ditetapkan misalnya sesuai dengan SNI. Untuk memperoleh kualitas mutu
tersebut maka harus diproses dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu pada Praktek Kerja Lapang
III ini penulis mengambil judul ”Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) di PT. Istana Cipta Sembada, Banyuwangi, Jawa Timur.”
1.2 Maksud
dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud
dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang III ini adalah memperoleh pengetahuan dan
keterampilan pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp.) mulai dari tahap
penerimaan bahan baku sampai produk akhir.
1.2.2 Tujuan
Adapun
tujuan yang dicapai melalui pelaksanaan Praktek Kerja Lapang III di PT. Istana
Cipta Sembada sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bahan baku, bahan pembatu dan peralatan
pada Proses Pembekuan Gurita (Octopus sp)
b. Untuk mengetahui prosedur proses pembekuan Gurita (Octopus sp.)
c. Untuk mengetahui sanitasi
dan higiene pada proses pembekuan gurita (Octopus sp.)
IV. KEADAAN UMUM
d. Untuk mengetahui proses
pembekuan gurita gurita (Octopus sp.)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gurita (Octopus
sp.)
Gurita
adalah hewan moluska dari kelas Cephalopoda (kaki hewan terletak di kepala), ordo Octopoda dengan terumbu
karang di
samudra sebagai habitat utama. Gurita terdiri
dari 289 spesies yang mencakup sepertiga dari total spesies kelas Cephalopoda.
Gurita dalam bahasa Inggris disebut Octopus (Yunani : Octatious, delapan kaki) yang sering mengacu pada hewan dari genus Octopus (Wikipedia,
2009).

Gambar
1. Gurita (Octopus sp.)
Sumber : greeners.co [2018]
2.1.1 Klasifikasi Gurita
Klasifikasi
dari Gurita (Octopus sp.) menurut Rupert dan Barnes, 1994 adalah sebagai
berikut :
Filum
: Molusca
Kelas
: Cephalopoda
Anak
kelas : Coleoidea
Bangsa
: Octopoda
Anak
bangsa : Incirrata
Suku
: Octopodidae
Anak
suku : Octopodinae
Marga
: Octopus
Jenis
: Octopus sp.
2.1.2 Morfologi Gurita
Bagian
tubuh gurita dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu, badan, mata, selapu
renang, kantong penghisap dan tangan. Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak
bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai sirip. Pada tubuh bulat itu terdapat
tonjolan-tonjolan seperti kutil. Bagian utama dari tubuh gurita menyerupai
gelembung dan dan diliputi oleh selubung, kemudian mengecil membentuk semacam
leher pada bagian pertemuan kepala. Bentuk kepala dari gurita ini sangat jelas
dengan sepasang mata yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan
yang sempurna dan dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh
lengan-lengan. Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan selaput
renang (membran) yang terletak di celah-celah pangkal lengan.
Pada
masing-masing lengan dijumpai dua baris kantung penghisap yang tersusun
memanjang mulai dari pangkal lengan sampai ke ujung lengan dan tidak memiliki
tepian yang menyerupai tanduk. Mulut terletak di bagian kepala yang dikelilingi
oleh lengan-lengan. Di bagian bawah dari tubuhnya terdapat lubang-lubang
seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air
dari dalam tubuhnya (Budiyantoi dan Sugiarto, 1997).

Gambar
2. Morfologi Octopus sp. ; a. badan,
b. mata, c. selaput renang, d. kantong penghisap, e. lengan
Sumber
: Norman, 1992
2.1.3 Komposisi Gurita
Kandungan
gizi gurita memilik kadar Vitamin A yang cukup tinggi walaupun gurita
mengandung kolesterol sekitar 81.600 mg per 85 gr. Untuk lebih jelasnya kandungan gizi
pada gurita (Octopus sp.) dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Gurita per 85
gr
Nutrisi
|
Satuan
|
Jumlah
|
Air
Kolesterol
Protein
Vitamin
C
Thiamin
Riboflavin
Niacin
Vitamin
B-5
Vitamin
B-6
Folate
total
Folic
acid
Folate
food
Folate
Vitamin
B-12
Vitamin
A-IU
Retinol
Vitamin
A
Vitamin
E
|
%
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
Mg
IU
Mg
Mg
Mg
|
65-67
81.600
65.500
6.500
0.048
0.065
3.213
0.765
0.551
20.400
0
20.400
20.400
30.600
229.500
68.850
68.850
1.020
|
Sumber :
Nesis, K.N (1987).
2.2
Pembekuan
2.2.1 Pengertian Pembekuan
Pembekuan adalah
proses mengawetkan produk makanan dengan cara hampir seluruh kandungan air
dalam produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan
enzim terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Jenis pembekuan
terbagi menjadi dua golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan
pembekuan lambat (slow freezing) (Nadzira, 2009).
Pembekuan secara garis besar adalah merupakan suatu
cara pengambilan panas dari produk – produk yang dibekukan untuk selanjutnya
diikuti oleh turunnya suhu sampai dibawah 0°C sehingga sebagian kadar air yang terdapat dari
produk itu berubah menjadi es/membeku (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Proses pembekuan merupakan proses terjadinya pemindahan
panas dari tubuh ikan yang bersuhu lebih tinggi ke refrigrant yang
bersuhu rendah. Dengan demikian kandungan air dalam tubuh ikan akan berubah
menjadi kristal es. Kandungan air ini terdapat di dalam sel jaringan dan ruang
antar sel. Sebagian besar air di dalam tubuh ikan tersebut mengandung air bebas
(free water) sebanyak 67% dan selebihnya merupakan air tak bebas (bound
water) yaitu cairan tubuh yang secara kimiawi terikat kuat dengan substansi
lain di dalam tubuh ikan, seperti molekul protein, lemak dan karbohidrat.
Cairan tubuh yang pertama kali membeku adalah air bebas, kemudian disusul
dengan air tak bebas. Air tak bebas sukar sekali membeku karena titik bekunya
sangat rendah (Afrianto dan Liviawaty, 2010).
2.2.2 Metode
Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu
metode untuk memperpanjang umur simpan. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak
menyita waktu, namun dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang maupun kamir
yang menyebabkan pembusukan pada produk pangan. dibandingkan dengan pemanasan,
Metode pembekuan dapat dilaksanakan lebih cepat dan mampu mempertahankan
nutrisi bahan pangan apabila dilakukan dengan benar, jika suhu pada proses
pembekuan diperhatikan secara tepat dan sesuai dengan prosedur.
Salah
satu variasi terhadap definisi Lembaga Refrigerasi International
ialah Thermal Arrest Time (TAR), menurut definisi ini, laju pembekuan ialah
pengukuran waktu yang dibutuhkan menurunkan suhu dari titik yang
paling lambat membeku pada produk, untuk 0°C menjadi
–5°C menurut
(Heldman dan Singh, 1981). Panjang
pendeknya waktu thermal arrest, pembekuan dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Pembekuan Cepat (Quick Freezing)
Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak
lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan kristal yang kecil-kecil di
dalam jaringan daging ikan, jika ikan yang dibekukan dicairkan kembali maka
kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging dan hanya
sedikit yang mengalami drip.
Tiga metode
pembekuan cepat tersebut adalah :
a). Pembekuan dengan aliran udara dingin (blast freezing) bahan pangan
yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40oC atau lebih rendah lagi).
yang akan didinginkan diletakkan dalam freezer yang dialiri udara dingin (suhu -40oC atau lebih rendah lagi).
b). Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped
heat exchanger) produk
dibekukan dengan metode ini untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran
besar. Produk digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera
dibawa menjauh. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang.
c). Pembekuan kriogenik (Cryogenic Freezing)
dimana nitrogen cair (atau
karbon dioksida) disemprotkan langsung
pada bahan-bahan pangan berukuran kecil seperti udang. Karena cairan
nitrogen dan karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah
(berturut-turut -196oC dan -78oC) maka proses pembekuan
akan berlangsung spontan (Syamsir, 2008).
2.
Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing)
Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time lebih
dari dua jam. Pembekuan lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar
sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di
thawing menjadi kurang baik karena akan berongga-rongga dan banyak sekali drip
yang terbentuk.
Pembekuan lambat
umumnya menyebabkan rendahnya kualitas produk. Akan tetapi, perbedaan dalam
kualitas tidak dipengaruhi oleh perbedaan dalam bentuk kristal es. Dinding otot
ikan cukup elastis untuk menampung bentuk kristal es yang lebih besar tanpa
kerusakan yang berlebihan. Selain itu, sebagian besar air dalam otot ikan
berbentuk gel dan terikat pada protein sehingga hanya sedikit cairan yang
hilang walaupun kerusakan sel benar-benar terjadi. Penurunan kualitas selama
pembekuan lebih berhubungan dengan perubahan sifat protein. Pembekuan
menyebabkan beberapa perubahan dalam protein, atau beberapa pengubahan dari
kondisi asal mereka, oleh sebab itu disebut dengan istilah “perubahan sifat” (“denaturation”)
(Murniyati dan Sunarman, 2000).
Metode
pembekuan berdasarkan alat yang dipakai dibagi menjadi 5 macam :
1.
Sharp Freezer, termasuk metode
pembekuan lambat, yaitu produk diletakkan di atas rak yang terbuat dari pipa
pendingin.
2.
Multi Plate Freezer, merupakan
metode pembekuan yang memanfaatkan susunan pelat aluminium sebagai pendingin,
yaitu ikan dijepitkan di antara pelat – pelat tersebut. Metode ini lebih efisien dan cepat
membekukan produk.
3.
Air
Blast Freezer,
merupakan metode pembekuan yang memanfaatkan udara dingin, yaitu dengan
menghembuskan dan mengedarkan udara dingin ke sekitar produk secara kontinyu.
4.
Immersion
Freezer, merupakan
metode yang memanfaatkan cairan dingin, yaitu mencelupkan ke dalam cairan
misalnya brine NaCl atau CaCl.
5.
Spray
Freezer, yaitu
menyemprot ikan dengan cairan dingin (Murniyati dan Sunarman, 2000)
2.2.3
Prinsip Pembekuan
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan
pada tubuh ikan menjadi es. Ikan membeku pada suhu antara -0,6oC
sampai-2oC, atau rata-rata pada -1oC. kenyataannya sangat
sulit membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada tubuh ikan, karena air
terikat pada tubuh ikan sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang
sangat rendah, serta sulit dicapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika
pembekuan sudah mencapai -120C hingga -30oC sudah
dianggap cukup. Jika suhu sudah mencapai antara -55oC hingga -65oC,
maka suhu tempat keseluruhan yang ada di dalam tubuh ikan membeku (Adawyah, 2007).
2.3 Prosedur Pembekuan Gurita
Pada
dasarnya pembekuan sama dengan pendinginan yang dimaksudkan untuk mengawetkan
sifat-sifat alami produk yang dibekukan. Pembekuan mengubah hampir seluruh
kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es. Keadaan beku menyebabkan
bakteri dan enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet produk yang
dibekukan lebih besar dibandingkan dengan produk yang hanya didinginkan (Murniyati
dan Sunarman, 2000). Untuk mencegah akibat negatif dari pembekuan seperti
terjadinya kristal–kristal es yang besar dalam bahan, maka udang dibekukan
dengan sistem quick freezing pada suhu – 24 ºC sampai – 40 ºC. Udang
segar dibekukan dengan baik dan disimpan pada suhu dibawah – 17 ºC dapat tahan
sampai 6 bulan sedangkan untuk udang cooked and peeled sekitar 2 bulan
(Wahyudi, 2003).
Sebagai bahan acuan normatif digunakan SNI 01-6941.3-2002 tentang Penanganan dan Pengolahan Gurita (Octopus sp.) Beku, karena gurita
merupakan komoditas perikanan yang berada dalam kelas yang sama dengan
cumi-cumi yaitu kelas Cephalopoda. Adapun tahapan
penangan dan pengolahan gurita beku berdasarkan
SNI 01-6941.3-2002 sebagai berikut :
2.3.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku
diterima di unit pengolahan harus ditangani secara cermat, bersih dengan suhu maksimum 50C
dan selanjutnya disortir menurut mutu dan ukuran. Penerimaan bahan baku
dilakukan untuk memperoleh mutu, jenis dan ukuran yang tepat sesuai dengan persyaratan serta mencegah kontaminasi
bakteri pathogen dan parasit serta dekomposisi.
2.3.2 Penyiangan
Penyiangan
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku gurita yang bebas mata,
gigi, isi perut dan cairan hitam (sumi).
Penyiangan dilakukan dengan cara membuang mata, gigi, isi perut dan cairan
hitam dengan cepat, hati-hati dan mempertahankan rantai dingin.
2.3.3 Pencucian
Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gurita
yang bersih, bebas dari lendir dan
benda asing. Pencucian dilakukan dengan cara mencelupkan gurita pada
wadah yang berisi air dingin dengan suhu maksimum 50C.
2.3.4 Perendaman dan Pembentukan
Proses
selanjutnya adalah perendaman dan pembentukan, proses ini dilakukan dengan
tujuan untuk membentuk kekenyalan dan bentuk sesuai yang didinginkan. Gurita direndam selama 45 menit
dalam air garam dengan konsentrasi 3%-8%.
2.3.5 Sortasi
Sortasi
dilakukan dengan cara gurita yang sudah bersih lalu disortir menurut ukuran dan
cacat fisik. Tujuan dilakukan sortasi adalah untuk memperoleh gurita dengan
ukuran yang sesuai dan utuh (bebas kerusakan fisik).
2.3.6 Pencelupan dalam larutan chlor
Pencelupan dalam larutan chlor
dilakukan dengan cara gurita dicuci dengan cara perendaman dalam larutan chlor
5 ppm dengan suhu 50C maksimal 5 detik. Proses ini dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh gurita bebas dari kontaminasi bakteri dan dekomposisi
2.3.7 Pembungkusan
Tujuan
dilakukan pembungkusan adalah untuk menghindarkan produk dari kontaminasi
bakteri dan oksidasi. Proses ini dilakukan dengan cara gurita yang sudah bersih
dibungkus dengan kantong plastic yang bersih seperti bola, proses berlangsung
pada suhu maksimum 50C.
2.3.8 Pembekuan
Pembekuan
dilakukan untuk membekukan produk maksimum suhu pusat -180C dengan
cepat. Pembekuan dilakukan dengan cara gurita yang sudah tersusun dalam pan
dibekukan dengan pembekuan cepat sampai suhu pusat gurita mencapai suhu pusat
maksimum -180C dalam waktu maksimum 8 jam.
2.3.9 Pengepakan
Dilakukan proses pengepakan untuk mendapatkan produk bebas
dari kontaminasi bakteri dan produk
sesuai label. Pengepakan dilakukan dengan cara gurita yang sudah beku dikemas
dalam kotak karton yang berlapis yang berlapis lilin dan bersih dari
kontaminasi mikroba serta filth.
2.3.10
Pengemasan
Produk
akhir harus dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis.
Pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya
penularan dan kontaminasi dari luar terhadap produk akhir.
2.3.11
Pelabelan dan Pemberian Kode
Setiap
produk gurita utuh beku yang akan diperdagangkan harus diberi tanda dengan
benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir serta
memberi keterangan untuk :
a.
Jenis produk
b.
Berat bersih produk
c.
Bila ada bahan tambahan lain harus diberi keterangan
bahan tersebut
d.
Nama dan alamat unit pengolahan atau dealer serta negara
dimana produk ini berasal.
e.
Tanggal, bulan dan tahun saat produk tersebut dihasilkan
f.
Hal lain yang dipersyaratkan
Dalam
sistem pelabelan dan pemberian kode harus dilakukan dengan sebaik mungkin.
2.3.12
Penyimpanan
Penyimpanan
gurita utuh beku harus dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimum
-250C dan fluktuasi suhu ± 20C dan menjamin suhu pusat
gurita utuh mentah beku maksimum -180C. Penataan produk dalam gudang
beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat
merata dan memudahkan pembongkaran.
2.4 Standar
Mutu Gurita (Octopus sp.) Beku
Sebagai bahan acuan gurita merupakan
komoditas perikanan yang berada dalam kelas yang sama dengan cumi-cumi yaitu
kelas Cephalopoda.
Gurita (Octopus
sp.) merupakan hewan yang hidup hampir di seluruh laut, dari laut tropis
sampai kutub utara dan selatan. Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat
Indonesia terutama masyarakat daerah pesisir pantai, akan tetapi belum begitu
banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkannya karena hewan ini kurang
menarik untuk dilihat dan sulit untuk mendapatkannya. Sedangkan di Jepang,
Spanyol, Filipina dan di pesisir pantai timur India penduduknya sudah
memanfaatkannya sebagai bahan makanan (Budiyanto dan Sugiarto, 1997).
Persyaratan
bahan baku yang
harus dipenuhi untuk proses pengolahan Gurita (Octopus
sp) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Standar Mutu Cumi-cumi (Mastigoteuthis)
Jenis Uji
|
Satuan
|
Syarat Mutu
|
-
ALT, maks
- Escheria
colli, maksimal.
-
Salmonella
-
Vibrio cholerae
- Vibrio
parahaemolyticus*),
-
Parasit, maks *)
-
Raksa (Hg), maks*
-
Timbal (Pb), maks*
-
Suhu pusat, minimal
|
Nilai (1-9)
Koloni/gram
APM/ gram
Per 25 gram
Per 25 gram
APM per gram
Ekor
mg/kg
mg/kg
0C
|
Minimal
7
5,0
x 10 5
<
3
negatif
negatif
<
3
0
0,5
2
-18
|
Sumber : SNI
2731.3:2010, Cumi-cumi beku-
Bagian 3: Penanganan dan pengolahan.
Keterangan :
ALT = Angka Lempeng Total
APM = Angka Paling Memungkinkan
*) Bila
diperlukan
SNI
2731.2:2010 menyebutkan bahwa
mutu bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan,
bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain
yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara
organoleptik bahan baku harus memiliki tingkat kesegaran tinggi dimana
kesegaran merupakan tolak ukur untuk membedakan gurita yang berkualitas baik
dan tidak, dan daging gurita mempunyai karakteristik kesegaran
sekurang-kurangnya sebagai berikut :
- Rupa dan warna : cermerlang, warna spesifik jenis
gurita
- Bau : segar spesifik jenis karang
segar
- Tekstur
: kenyal, kompak dan fleksibel
- Rasa :
netral agak manis
2.5
Penerapan Sanitasi dan Higiene
Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan
hasil perikanan wajib dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh
terhadap kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk
menghasilkan olahan hasil perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah
dengan mencegah kontaminasi. Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis,
cemaran fisik maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua
komponen pengolahan, yang meliputi bahan baku, peralatan, ruangan proses, dan
tenaga kerja (Purnawijayanti,1999).
2.5.1
Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Gurita yang digunakan sebagai bahan baku pada proses
pembekuan gurita harus dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang
bermutu baik, maka akan menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.
Asal dan mutu
bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :
Unit
pengolahan pembekuan gurita dilarang mengolah gurita yang berasal dari perairan
yang tercemar. gurita yang diolah
harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas
dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah yang dapat menurunkan
mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan (Purnawijayanti,1999).
2.5.2
Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi
Salah satu sumber kontaminasi utama
dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang
kotor mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap
wadah dan alat tersebut harus efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut
bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan
kesehatan.
Syarat – syarat peralatan yang
digunakan untuk pengolahan bahan makanan adalah :
1. Mudah dibersihkan.
2. Dibuat
dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.
3. Diletakkan
sesuai dengan alur proses.
4. Harus
dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi bersih pada
saat digunakan.
Semua permukaan tempat atau meja
kerja, wadah dan alat yang digunakan untuk mengolah ikan haruslah halus,
kedap air, terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan
dalam pencucian (Purnawijayanti,1999).
2.5.3
Sanitasi dan Higiene Karyawan
Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan
perhatian, karena merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan.
Karyawan yang bekerja di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian
kerja, topi atau penutup kepala, sarung tangan, water proof apron,
sepatu. Pakaian kerja tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di
toilet dan lain – lain. Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh
memelihara kuku. Selain itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu
dilakukan (Purnawijayanti,1999).
2.6
Pengolahan Limbah
Industri perikanan di
Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta serta beberapa daerah lainnya di luar
Jawa. Dalam proses produksi, industri perikanan
menggunakan air dalam jumlah besar, sehingga banyak limbah cair yang dihasilkan. Limbah perikanan khususnya
limbah cair umumnya langsung dibuang ke
lingkungan tanpa ada penanganan sehingga dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan lingkungan, seperti merangsang
pertumbuhan tanaman air, memunculkan toksisitas
terhadap kehidupan air, menurunkan kadar oksigen terlarut pada lingkungan perairan, bahaya terhadap
kesehatan masyarakat, serta menimbulkan bau yang
mengganggu estetika lingkungan (Jennie dan Rahayu, 1993).
Air limbah industri pengolahan hasil laut yang dihasilkan mengandung kontaminan organik dalam bentuk terlarut, koloid dan partikel. Secara garis besarnya kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi enam tahap, yaitu (1) pengolahan pendahuluan (pre treatment), (2) pengolahan pertama (primary treatment), (3) pengolahan kedua (secondary treatment), (4) pengolahan ketiga (tertiary treatment), (5) pembunuhan mikroorganisme patogen (disinfection), dan (6) pengolahan lanjutan (ultimate disposal) (Sugiarto, 1987).
Pengolahan kedua limbah cair melibatkan mikroorganisme dalam
mendegradasi bahan organik. Dalam sistem pengolahan air limbah tahap kedua,
proses oksidasi biologi digunakan untuk mempercepat proses biodegradasi secara alami. Tujuan dari pengolahan secara biologi adalah untuk mengurangi jumlah kandungan bahan padat yang tersuspensi dan
mengubahnya menjadi bentuk yang dapat terendap oleh flokulasi biologi
mikroorganisme (Green dan Kramer, 1979).
Air limbah industri pengolahan hasil laut yang dihasilkan mengandung kontaminan organik dalam bentuk terlarut, koloid dan partikel. Secara garis besarnya kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi enam tahap, yaitu (1) pengolahan pendahuluan (pre treatment), (2) pengolahan pertama (primary treatment), (3) pengolahan kedua (secondary treatment), (4) pengolahan ketiga (tertiary treatment), (5) pembunuhan mikroorganisme patogen (disinfection), dan (6) pengolahan lanjutan (ultimate disposal) (Sugiarto, 1987).
Pengolahan kedua limbah cair melibatkan mikroorganisme dalam
mendegradasi bahan organik. Dalam sistem pengolahan air limbah tahap kedua,
proses oksidasi biologi digunakan untuk mempercepat proses biodegradasi secara alami. Tujuan dari pengolahan secara biologi adalah untuk mengurangi jumlah kandungan bahan padat yang tersuspensi dan
mengubahnya menjadi bentuk yang dapat terendap oleh flokulasi biologi
mikroorganisme (Green dan Kramer, 1979).
2.7
Analisis Usaha
Analisis usaha (analisa ekonomi) dibutuhkan untuk
mendapatkan gambaran mengenai besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan
dan pemasukan yang dapat diharapkan. Adapun jenis-jenis analisi adalah sebagai
berikut;
a.
Analisis Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya atau
pengeluaran oleh suatu perusahaan untuk mendukung suatu sistem kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan tersebut. Yang termasuk kedalam biaya operasional
adalah biaya perlengkapan. Biaya asuransi, biaya listrik, biaya air, biaya
pajak, biaya iklan, biaya pengiriman, biaya perlengkapan kantor, biaya
perawatan alat-alat kantor dan lain-lain sebagainya.
b.
Analisis Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan adalah alokasi
biaya perolehan atau sebagian besar harga perolehan suatu asset tetap selama
masa manfaat aset tersebut. Besar nilai yang dapat disusutkan adalah selisih
antara harga perolehan dengan nilai sisa, yaitu nilai aset tersebut pada akhir
masa manfaatnya. Setiap perusahaan memegang peranan penting dalam menentukan
metode apa yang akan digunakan dan hal ini akan berpengaruh pada besarnya beban
penyusutan.
c.
Analisis Total Biaya Pengeluaran per Bulan
Total biaya pengeluaran per bulan
adalah perolehan hasil aset yang diperoleh selama 1 bulan kemudian di analisa
dengan tujuan mendapatkan data produksi selama 1 bulan. Suatu perusahaan perlu
melakukan analisa total biaya pengeluaran per bulan untuk mengetahui berapa
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan produksi selama masa yang ditentukan.
III.
METODOLOGI
3.1. Waktu danTempat
Praktek Kerja Lapang III ini telah dilaksanakan
pada Tanggal 7 Mei sampai dengan Tanggal 3 Juni 2018 di PT. Istana Cipta
Sembada yang berlokasi di Banyuwangi, Jawa Timur.
3.2. Metode Praktek Kerja Lapang III
Metode yang digunakan untuk Praktek Kerja Lapang (PKL) III adalah survei dan magang, dalam menigkatkan pengetahuan penulis mengunakan
metode survei yang menurut Husein
(2005), adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui pemecahan masalah,
memberikan manfaat untuk tujuan-tujuan deskriptif dengan cara membandingkan kondisi-kondisi
yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya,dan juga untuk
pelaksanaan evaluasi. Survei dapat dilakukan dengan cara sensus
maupun sampling terhadap hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Kegiatan survei
yang akan dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap pencapaian tujuan
praktek lapang, yaitu pengetahuan menganai bahan baku, bahan pembantu,
peralatan pengolahan dan prosedur pembekuan gurita (Octopus
sp.).
Keterampilan mengenai
teknik pembekuan diperoleh dengan menggunakan metode magang. Metode magang adalah suatu
metode latihan memberikan proses belajar dari seseorang atau beberapa orang
yang telah berpengalaman (Hidayat, 2012). Magang dilaksanakan
dengan cara berpartisipasi aktif dalam kegiatan produksi yang sedang
berlangsung. Kegiatan ini dimulai dari proses awal hingga menjadi produk akhir.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang
akan diperoleh berdasarkan sumbernya berupa data primer dan data sekunder (Husein,
2005).
a. Data
Primer
Data
primer diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perseorang
seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian koesioner.
b.
Data Sekunder
Data sekunder
merupakan data yanag telah di olah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak
pengumpulan data atau pihak lain
misalnya dalam bentuk tabel-tabel dan diagram.
Data yang akan diperoleh berdasarkan
jenisnya digolongkan menjadi 2 menurut (Husein,
2005) adalah :
- Data Kuantitatif
Data kuantitatif
yaitu data yang penyajiannya dalam angka berdasarkan pada data dapat
dihitung untuk menghasilkan penaksiran kuantitatif yang kokoh, informasi
kuantitatif dalam bidang pemasaran.
- Data Kualitatif
Data
yang dipergunakan untuk permintaan informasi yang bersifat menerangkan
dalam bentuk uraia, maka data tersebut tidak dapat di wujudkan dalam bentuk
anka-angka, melainkan bentuk suatu penjelasan yang menggambarkan keadaan,
proses, peristiwa tertentu.
Adapun jenis dan sumber data yang akan
diperoleh dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data Praktek Lapang
Data
|
Berdasarkan Sumber
|
|
Primer
|
Sekunder
|
|
Kuantitatif
|
-
Jumlah
bahan baku untuk satu kali produsi
-
Jumlah
alat yang digunakan pada proses pembekuan gurita
-
Jumlah
bahan tambahan untuk satu kali produksi
-
Konsentrasi
(dosis) bahan tambahan
-
Lama
waktu yang dibutuhkan pada proses pembekuan
-
Nilai
orlganoleptik kesegaran bahan baku
-
Konsentrasi
bahan sanitasi
-
Rendemen
produk akhir
-
|
- Jumlah karyawan
- Jumlah sarana dan prasarana
- Jumlah toilet
- Jumlah ventilasi
|
Kualitatif
|
-
Jenis
bahan baku
-
Alur
proses pembekuan gurita
-
Keadaan
umum tempat perusahaan
-
Bahan
tambahan yang digunakann
|
-
Alamat
/lolasi perusahaan
-
Sejarah
berdirinya perusahaan
-
Desain
dan tata letak pabrik
-
Kegiatan
pokok usaha
|
3.4 Teknik Pengumpulan
Data
Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder (Husein, 2005) akan dilaksanakan dengan cara :
a.
Observasi
Observasi yaitu teknik ini menuntut adanya pengamatan dari
isi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek
penelitiannya. Obyek observsi meliputi data untuk bahan dan alat produksi,
serta prosedur pengolahan yang diterapkan.
b.
Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik
pengumpulan data yang lain pelaksanaan dapat dilakukan secara langsung
berhadapan dengan yang di wawancarai. Adapun data
pertanyaan yang ditujukan kepada perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian. Dokumen ini dapat berupa rekaman kaset, rekaman radio,
foto, catatan khusus, notulen rapat dan sebagainya, Kegiatan dokumentasi meliputi pengambilan gambar peralatan dan bahan
pembantu serta bahan tambahan yang di pakai yang dipakai pada proses pembekuan
gurita.
3.5 Teknik
Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1
Teknik Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder (Azwar, 2010) yang terkumpul akan dilakukan analisis data melalui :
a. Editing
Editing yaitu pemeriksaan
data yang terkumpul secara seksama. Catatan
dalam mengedit data, apakah data sudah lengkap,
apakah tulisan sudah jelas untuk dibaca, apakah semua catatan
dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa ada respon
yang tidak sesuai.
b.
Tabulating
Tabulating adalah pengelompokan
data sehingga akan mempermudah analisa selanjutnya. Pengelompokan data ini
dapat berupa tabel, grafik dan diagram. Data di tabulating berdasarkan data kuantitatif yang berupa angka misalnya
jumlah bahan baku, jumlah pekerja, pengukuran suhu. Sedangkan data kualitatif data
serangkaian observasi dimana tiap observasi
yang terdapat dalam sampel tergolong pada salah satu dari pada kelas-kelas
yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka–
angka.
3.5.2 Analisis Data
Setelah data yang dikumpulkan telah
diedit, maka langkah selanjutnya adalah analisis terhadap hasil– hasil yang
telah diperoleh. Analisis data yang digunakan penulis adalah analisis
deskriptif. Metode analisis penelitian deskriptif yaitu analisa yang bertujuan
mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai suatu objek (Husein, 2005).
Penulis melakukan analisis deskriptif ini agar dalam menyajikan data sesuai
dengan keadaan sebenarnya tanpa memberikan perlakuan apapun.
3.6 Kegiatan
PKL III
3.6.1 Materi PKL III
3.6.1.1 Materi Khusus :
1. Jenis bahan baku yang akan digunakan
2. Alur proses pembekuan gurita (Octopus sp.)
3. Sanitasi dan Higiene
a.
Sanitasi
pada Bahan Baku
b.
Sanitasi
pada Bahan Pembantu
c.
Sanitasi
pada Peralatan
d.
Sanitasi
pada Ruang Pengolahan
e.
Higiene
Karyawan
4. Pemasaran
3.6.1.2 Materi Umum :
1.
Sejarah
berdirinya unit usaha
2.
Lokasi
tempat berdirinya unit usaha
3.
Susunan
kepengurusan unit usaha

4.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Istana Cipta
Sembada (ICS) merupakan
perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan hasil perikanan khususnya
dalam proses pembekuan udang dan gurita.
Sebelumnya perusahaan ini memiliki nama PT. Istana Cipta
Sejahtera. Perusahan berdiri
pada tanggal 11 November 1987.
Pada awal berdiri PT. Istana Cipta Sembada terletak di Desa Watu Kebo,
Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Pada tanggal 14 September 2001 lokasi perusahaan berpindah
tempat di Desa Labanasem, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan
berganti nama menjadi PT. Istana Cipta Sembada.
PT. Istana
Cipta Sembada (ICS) Group adalah sebuah kelompok perusahaan yang mempunyai
fokus di bidang industry seafood
dengan spesialisasi produk udang dan gurita. PT. Istana Cipta Sembada (ICS)
group berupaya memberikan pelayanan dan kualitas terbaik lewat filosofinya
produk unggulan, karyawan yang berpengalaman, dan pelayanan yang baik sebagai
upaya mencapai kepuasan pelanggan.
PT. Istana Cipta Sembada (ICS) berdiri sejak 11 November 1987,
dengan industry seafood sebagai dasar
bisnis utama. Seiring dengan perkembangan waktu dan pertumbuhan perusahaan,
didukung dengan pengalaman bidang ekspor, PT. Istana Cipta Sembada (ICS)
memberikan jasa layanan ekspor melalui PT. Istana Cipta Sembada (ICS) ekspor services (pelayanan ekspor).
4.2 Lokasi
PT. Istana
Cipta Sembada terletak di Dusun Krajan RT 2/01 Desa Labanasem, Kecamatan Kabat,
Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kantor pusatnya berada di JL. Waru No. 30 RT 07/02 Kelurahan
Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. PT. Istana
Cipta Sembada berada di Jalan Raya Jember-Banyuwangi yang
merupakan kawasan industri. Luas areal yang ditempati PT. Istana Cipta
Sembada adalah 19.920 m2, sedangkan bangunan pabrik menempati luas
tanah 7886 m2. Luas tersebut termasuk di dalamnya pabrik pengolahan,
kantor, pengolahan limbah, mess karyawan, halaman, dan tempat parkir
kendaraan.
Faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pemilihan lokasi perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Adanya sarana transportasi karena berdekatan dengan
jalan raya sehingga memperlancar distribusi bahan baku dan pemasaran.
b. Adanya fasilitas listrik, telepon, air dan tenaga
kerja serta kemudahan dalam pembuangan air limbah yang sangat menunjang
aktivitas kerja PT. Istana Cipta Sembada.
4.3 Ketenagakerjaan
4.3.1
Struktur Organisasi
Struktur
organisasi yang digunakan oleh PT. ICS merupakan
struktur directing. Directing (mengarahkan) adalah fungsi manajemen yang
berhubungan dengan usaha memberikan bimbingan, saran-saran, dan
perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada bawahan dalam pelaksanaan
tugasnya masing-masing (Albin,1993). Tugas dapat dilaksanakan dengan baik dan benar-benar
tertuju kepada tujuan yang telah ditetapkan.
Perusahaan
ini dipimpin oleh Direktur. Direktur ini mempunyai pegawai atau pembantu untuk
proses pembekuan. Direktur memberi tanggung jawab pada setiap pegawai atau
pembantu di perusahaan ini. Adapun pembagian tugas dari masing-masing jabatan dapat
dilihat pada Gambar 2 :

Gambar 2. Struktur Organisasi
Sumber : PT.ICS (2018)
Keterangan :
1. Direktur
Direktur adalah
pemimpin perusahaan dimana tugasnya adalah mengatur dan memimpin segala permasalahan
yang ada demi kemajuan perusahaan.
2. Manajer
Perusahaan ( Manajer Operasional)
a. Mengawasi
keseluruhan kegiatan di perusahaan.
b. Bertanggung
jawab terhadap organisasi, manajemen dan kegiatan proses.
c. Memastikan bahwa rancangan HACCP telah diterapkan dan
dibuat pembahasan / revisi secara berkala apabila diperlukan, guna tercapainya
tujuan yaitu menghasilkan hasil pengolahan gurita yang dapat diterima oleh
pasar internasional.
d. Mengulas rancangan HACCP bersama dengan seluruh manajer
terkait.
3.
Manajer Pembelian (Manajer Pengadaan)
a. Memberikan laporan kepada manajer
operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelian semua bahan baku yang dibutuhkan perusahaan.
c. Ikut
serta dalam mengulas rancangan HACCP.
4. Manajer
Produksi
a.
Memberikan laporan kepada manajer operasional.
b.
Bertanggung jawab terhadap kegiatan pengolahan gurita.
c.
Memastikan bahwa pengolahan gurita sesuai dengan rancangan HACCP yang sudah dibentuk dan tetap mengikuti
aturan GMP.
d. Ikut
serta dalam mengulas rancangan HACCP.
5. Quality Assurance
a. Memberikan
laporan kepada manajer operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pengendalian kegiatan proses
produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai ekspor agar seluruh produk yang dihasilkan sesuai dengan
standar / kualitas yang diterapkan oleh perusahaan dan dapat diterima oleh
pelanggan.
c. Ikut
serta dalam mengulas rancangan HACCP.
6. Manajer PPIC (Production Planning and Inventory Control)
a. Memberikan laporan kepada manajer
operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengendalian
dan kelancaran, pelayanan yang baik terhadap pembelian bahan baku, produk serta
bahan-bahan pendukungnya hingga pengiriman ekspor.
c. Ikut serta dalam mengulas rancangan HACCP.
7. Manajer Teknik
a. Memberikan laporan kepada manajer
operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap kelancaran pengoperasian
dan perawatan / pemeliharaan semua mesin dan peralatan pengolahan dan
pendukungnya pada semua tahap kegiatan pengolahan.
8. Quality
Control
a. Memberikan laporan kepada Quality Assurance (QA).
b. Bertanggung jawab mengkoordinasikan dan memantau
penerapan GMP dan SSOP berdasarkan konsepsi HACCP.
9. Laboratorium
a. Memberikan
laporan kepada Quality Assurance
(QA).
b. Bertanggung jawab dalam pengujian sampel raw material
hingga produk akhir secara mikrobiologi maupun kimiawi secara kualitatif dan
kuantitatif.
10. HRD (Human Resource Development)
a. Memberikan laporan kepada Manajer Operasional.
b. Bertanggung jawab terhadap karyawan, rekrutmen
karyawan, pelatihan.
11. Finance and Accounting (FA)
a. Memberikan
laporan kepada Manajer Operasional.
b.Bertanggung jawab terhadap neraca perdagangan dan
keuangan perusahaan.
c. Mengelola dan mengolah keuangan perusahaan.
12. Asisten
Manajer Produksi
a. Memberikan
laporan kepada Manajer produksi.
b.
Bertanggung jawab terhadap proses produksi.
13. Operator
Memberikan
informasi dari gedung kepada seluruh karyawan melalui pengeras suara.
14. Staf
Gudang
Bertanggung
jawab terhadap penyimpanan barang dan peralatan.
15. Administrasi Produksi
a.
Memberikan laporan kepada Manajer Produksi.
b.
bertanggung jawab terhadap pencatatan hasil produksi.
16. Spv
Produksi (Supervisor Production)
a.
Memberikan laporan kepada Manajer Produksi.
b.
Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan produksi.
17. Spv
Pengadaan (Supervisor Pengadaan)
a.
Memberikan laporan kepada Manajer Pengadaan.
b.
Bertanggung jawab terhadap pengadaan bahan baku.
18. DCR (Dailly Collection Report)
a.
Memberi laporan kepada Quality Assurance.
b.
Bertanggung jawab terhadap pembukuan perusahaan.
19. Coast Control Manager
a. Mengatur dan melaksanakan proses inventori setiap bulan.
b. Menerapkan
semua kebijakan dan prosedur Cost control
kepada semua karyawan dan memastikan semua penghitungan inventor
beserta bukti atau dokumen pendukungnya.
20. Coast
Contro Administration
a. Memberi laporan kepada Cost
Control Manager.
b. Bertanggung jawab terhadap administrasi inventor.
21. Admin IT
Bertanggung jawab terhadap website
perusahaan serta memberikan informasi mengenai perusahaan kepada semua orang
melalui jaringan internet.
22. Supervisor Teknik
a. Memberi laporan kepada Manajer
Teknik.
b. Bertanggung
jawab terhadap pengoperasian dan perawatan / pemeliharaan semua mesin
dan peralatan pengolahan dan pendukungnya pada semua tahap kegiatan pengolahan.
23. Operator
Teknik
Bertanggung
jawab terhadap pengoperasian seluruh mesin pada perusahaan.
4.3.2 Penggolongan Karyawan
PT. Istana Cipta Sembada merupakan
perusahaan berskala besar di bidang perikanan. Sebagian besar karyawannya berasal dari daerah sekitar pabrik seperti Desa Labanasem.
Jumlah tenaga kerja PT. ICS sebanyak 600 orang. Karyawan-karyawan
dalam melaksanakan kerjanya dibagi menjadi beberapa golongan pekerjaan, dimana
golongan-golongan tersebut nantinya akan menentukan wewenang pekerjaan dan
besarnya upah yang diterima. Pengelompokan karyawan
dibagi dalam beberapa golongan yaitu :
1.
Karyawan Tetap
Adalah karyawan yang dipekerjakan
untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan, yang sistem upahnya tetap dan
dilakukan tiap bulan serta bila dalam penjualan pendapatan laba lebih besar
maka mendapat bonus.
2.
Karyawan Bulanan Tetap (KBT)
Adalah karyawan yang dipekerjakan
untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan, yang sistem pembayaran upahnya
tetap dan dilakukan tiap bulan.
3.
Karyawan Harian Tetap (KHT)
Adalah karyawan yang pengupahannya
berdasarkan jumlah kerja dan absensi, gaji dibayar tiap bulan.
4.
Karyawan Harian Lepas (KHL)
Adalah karyawan yang bekerja
berdasarkan jumlah hari kerja dan absensi, namun sewaktu-waktu tertentu ada
yang diliburkan, sistem pembayaran upahnya berdasarkan hari kerja dan absensi
kerja.
5.
Karyawan Borongan
Adalah karyawan yang bekerja pada
perusahaan untuk melakukan pekerjaan tertentu bergantung pada permintaan buyer,
sistem pembayaran upah berdasarkan volume kerja, hari kerja dan absensi
karyawan, hanya saja pada kondisi tertentu perusahaan berhak untuk tidak
memperkerjakan karyawan sementara waktu.
4.3.3 Sistem Penggajian dan Jam Kerja
Adapun
sistem penggajian yang dilakukan oleh PT. ICS adalah sebagai berikut :
1.
Bulanan, diberikan kepada tenaga kerja tetap per bulan
besarnya bergantung dari jabatan dan lamanya kerja.
2.
Harian, diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap, setiap harinya sebesar
Rp. 75.000.
3.
Borongan, diberikan kepada tenaga kerja yang berhubungan
langsung dengan proses produksi diberlakukan bila persediaan bahan baku
melimpah.
Jam kerja di PT. ICS berlaku
bagi semua karyawan yang bekerja selama enam hari dalam seminggu yaitu untuk hari Senin sampai Jum’at mulai pukul 07.30–16.00 WIB dan hari Sabtu mulai pukul 08.00–14.00 WIB. Untuk jam istirahat yaitu pukul
12.00–13.00 WIB. Jam kerja yang melebihi batas yang ditentukan maka akan masuk
dalam kerja lembur. Untuk hari libur karyawan biasanya diadakan pada hari
libur. Menurut kalender, hari-hari besar agama seperti Idul Fitri, Idul Adha,
Natal, Waisak dan lain-lain, sedangkan untuk cuti bersama jika proses produksi
banyak maka tidak diadakan libur. Berikut rincian jam kerja disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Efektifitas Jam Kerja
No.
|
Hari
|
Jam Kerja
|
Jam Istirahat
|
Lembur
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu
|
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
07.30 -16.00
08.00 -14.00
Libur
|
12.00 -13.00
12.00 -13.00
12.00 -13.00
12.00 -13.00
11.00 -13.00
12.00 -13.00
Libur
|
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 16 – Selesai
˃ 14 – Selesai
Libur
|
Sumber: PT. ICS (2018)
4.3.4 Kesejahteraan Karyawan
PT. ICS memberikan beberapa
fasilitas kepada karyawan untuk menjamin kesejahteraan. Beberapa fasilitas itu
di antaranya
berupa bantuan bersalin bagi istri karyawan dan karyawan wanita, tunjangan
sakit bagi seluruh karyawan dan keluarganya di rumah sakit yang ditentukan,
tunjangan meninggal dunia karyawan, bonus kerja dan tunjangan hari raya.
4.4 Sarana dan Prasarana
4.4.1 Sarana
Sarana adalah berbagai macam peralatan
yang digunakan untuk
proses pembekuan gurita.
Berikut beberapa alat yang digunakan pada proses pembekuan gurita (Octopus sp.), yaitu
:
1. Meja stailess steel 7 buah.
2. Timbangan digital 1 buah.
3. Wastafel 1 buah.
4. Bak plastik 10 buah.
5. Bak pencucian 3 buah,
6. Keranjang plastik 10 buah.
7. Sarung tangan karet 1 pasang.
8. Bak fiberglass 4 buah.
9. Kereta dorong 1 buah.
Untuk mengetahui
alat, fungsi, jumlah alat dan spesifikasinya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan Fungsi
No
|
Sarana
|
Fungsi
|
Ukuran (cm)
|
Jumlah (buah)
|
1
|
Meja stainless steel
|
Tempat proses
|
220x100x80
|
7
|
2
|
Timbangan digital
|
Tempat gurita setelah
dicuci dan saat penyortiran
|
Kapasitas
2 ton
|
1
|
3
|
Wastafel
|
Tempat cuci tangan
|
-
|
1
|
4
|
Bak plastic
|
Tempat untuk menimbang
bahan baku
|
70x40x20
|
10
|
5
|
Bak pencucian
|
Tempat untuk mencuci
bahan baku
|
50x30x15
|
3
|
6
|
Bak Pencucian
|
Tempat mencuci gurita
|
120x60x80
|
3
|
7
|
Keranjang plastik
|
Tempat sementara bahan
baku
|
-
|
10
|
8
|
Sarung tangan karet
|
Untuk melindungi karyawan saat bekerja
|
-
|
1
|
9
|
Bak fiberglass
|
Tempat menampung gurita
|
120x60x60
|
4
|
10
|
Kereta dorong
|
Alat untuk memindahkan
fiberglass
|
120x15x10
|
1
|
Sumber: PT. ICS (2018)
4.4.2 Prasarana
Prasarana yang terdapat pada PT. ICS adalah
sebagai berikut :
1.
Kantor Utama
Kantor utama berfungsi sebagai tempat untuk
mengkoordinasi segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi.
2.
Gudang MC dan Plastik
Gudang MC dan plastik terletak pada ruang terpisah dengan ruang
pengolahan berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan MC dan plastik serta
transit MC dan plastik sebelum digunakan.
3.
Air Blazt Freezer (ABF)
Terdapat 3 unit ABF dengan
kapasitas masing – masing 5 ton. Suhu rendah yang dapat dicapai untuk pembekuan
yaitu – 35º C.
4.
Cold
Storage
Terdapat 2 buah unit dengan kapasitas penyimpanan 350 ton
setiap unitnya. Suhu terendah yang dapat dicapai yaitu - 45º C namun dalam
pengoperasiannya hanya sampai - 35º C.
5.
Ruang Mesin
Terdapat pada bagian belakang pabrik. Tempat ini sebagai
pusat pengaturan kerja alat pendingin pada ruang proses.
6.
Ruang Ganti Pakaian
Berjumlah 3 buah ruang yang mana masing-masing untuk
laki-laki dan perempuan serta satunya untuk QC dan staff.
7.
Bak Cuci Kaki (Foot
Wash)
Untuk mengurangi kontaminasi yang dibawa karyawan dari
luar maka setiap karyawan yang akan masuk ruang proses diwajibkan melalui bak
cuci kaki.
8.
Toilet
Berjumlah 12 buah
yang mana 6 untuk
laki-laki dan 6 untuk
perempuan serta dibuat secara terpisah.
9.
Wastafel
Wastafel adalah
bak cuci tangan. Setiap karyawan sebelum memasuki ruang proses diwajibkan
mencuci tangan di wastafel. wastafel dilengkapi
dengan kran yang didesain agar diaktifkan tanpa menggunakan tangan. Kran
dilengkapi dengan sensor panas dan sabun cair.
10.
Musholla
Musholla ini digunakan sebagai sarana ibadah karyawan.
11. Sumur Air
Sumur air ini digunakan untuk menampung air yang berguna
untuk pencucian dan pembersihan peralatan serta pembersihan ruang proses.
12. Pos Jaga dan
Tempat Parkir
Pos jaga
ini ditempati 2 orang satpam yang bertugas sebagai penjaga keamanan perusahaan
dan juga mengurus kegiatan keluar masuk bahan baku, karyawan, dan tamu.
Sedangkan tempat parkir digunakan untuk memarkir kendaraan milik karyawan dan
tamu.
4.5 Tata
Letak (Lay Out) Perusahaan
Tata letak (lay out)
perusahaan ini terdiri dari ruang proses, ruang produksi, ABF (Air Blast Freezer), ruang cuci, ruang
es, ruang packing, ruang penerimaan bahan baku dan Cold Storage. Perusahaan ini berukuran atau memiliki luas yaitu 1,8 Ha. Perusahaan ini
mempunyai 3 ruang proses dan 1 ruang produksi akan tetapi yang masih aktif
digunakan pada saat praktek hanya 1 yaitu ruang proses ke dua. Ruang proses
kedua ini digunakan pada seluruh tahapan proses kecuali ruang penerimaan bahan
baku. Ruang penerimaan bahan baku bersebelahan dengan ruang pemasaran produk
akan tetapi ruang tersebut sudah bertembok untuk memisahkan antara ke dua ruang
tersebut serta sehingga tidak ada terjadinya kontaminasi silang. Alur produksi pada pembekuan menggunakan alur proses
berbentuk U. Sesuai dengan pengumpulan data dilapangan tata letak
perusahaan (Lay Out) sudah tertata dengan baik sesuai dengan alur proses,
dimana kegiatan yang satu dan yang lain saling berkaitan. Adapun
tata letak (lay out) Perusahaan
disajikan pada Lampiran 3.
Perusahaan ini
menggunakan lay out pada
ruangan proses berbentuk U. Tujuannya untuk menghindari kontaminasi silang pada
setiap tahapan proses. Lay out tersebut
adalah layout yang baik untuk produksi karena bisa mempersingkat waktu proses
dan efisiensi penggunaan fasilitas. Kelebihan menggunakan lay out berbentuk U
ini yaitu penghematan penggunaan ruangan, pemindahan bahan dekat, waktu
menunggu tidak lama serta meningkatkan jumlah produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sugiyono (2010), bahwa pengaturan tata letak (lay out) fasilitas pabrik dan area kerja merupakan masalah yang
sering dijumpai bahkan tidak dapat dihindari dalam dunia industri meskipun
untuk lingkup yang lebih kecil dan sederhana, dapat berlaku untuk fasilitas
pabrik yang sudah ada maupun pengaturan tata letak fasilitas untuk pabrik yang
sama sekali baru. Apabila pengaturan ini direncanakan dengan baik maka akan
berpengaruh terhadap efisiensi dan kelancaran proses produksi suatu industri.
Manfaat lay out
berbentuk U yaitu meningkatkan jumlah produksi, mengurangi waktu tunggu,
penghematan penggunaan ruangan, efisiensi penggunaan fasilitas dan
mempersingkat waktu proses (Sugiyono, 2010).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Bahan Baku
Bahan baku gurita (Octopus. sp) diperoleh dari pemasok daerah Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo. Bahan
baku dari daerah luar Jawa yaitu berasal dari Sulawesi dan Sumbawa. Bahan
baku yang berasal dari wilayah sekitar dalm bentuk segar. Sedangkan, bahan baku
yang berasal dari wilayah luar Jawa dalm bentuk beku. pemasok mengirim bahan
baku ke perusahaan menggunakan mobil Pick
Up yang dikemas dalam cool box sterofoam, Kemudian bahan baku langsung diterima di ruang
penerimaan yang ditangani langsung oleh pegawai perusahaan. Bahan baku dari supplier diletakkan
dalam sterofoam atau cool
box yang memliki susunan dari dasar yaitu es curai kemudian gurita sampai 3
kali tingkatan. Tahap selanjutnya kemudian gurita
dicek suhunya. Standar suhu pada PT. ICS
adalah 4°C apabila lebih dari
suhu 4°C gurita akan
dikembalikan atau masih dipertimbangkan. Gurita dikembalikan
apa bila dari tekstur, kenampakan dan bau sudah tidak layak lagi. Sedangkan
gurita yang masih dipertimbangkan apabila tekstur, kenampakan dan bau masih
layak.
Bahan baku yang sering diterima pada perusahaan
yaitu bahan baku yang segar karena agar pada saat mengecek organoleptiknya
lebih mudah dibandingkan bahan baku dalam keadaan beku. Hasil pengamatan
organoleptik pada bahan baku memiliki nilai rata-rata 8 seperti mata (bening,
cemerlang dan cembung), bau (segar, spesifik gurita), tekstur (kompak dan elastis),
kenampakan (tentakel utuh tidak cacat) dan warna (abu-abu segar). Bahan baku
yang diterima pada perusahaan sejumlah 3,5 sampai 4 ton per harinya.
Menurut pendapat Murniyati dan Sunaman (2000),
ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali
semata-mata didinginkan dengan es.
Adapun score sheet organoleptik dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Score Sheet Pengujian Organoleptik
NO
|
Karakteristik
|
Nilai
|
1
|
Mata
|
|
Bening
|
8
|
|
Cemerlang
|
8
|
|
Cembung
|
8
|
|
2
|
Bau
|
|
Segar
|
9
|
|
Spesifik
gurita
|
9
|
|
3
|
Tekstur
|
|
Kompak
|
8
|
|
Elastis
|
9
|
|
4
|
Kenampakan
|
|
Tentakel
utuh
|
9
|
|
Tidak
cacat
|
9
|
|
5
|
Warna
|
|
Abu-abu
segar
|
8
|
Sumber :
Data Primer (2018)
Berat gurita bervariasi mulai dari 30 gr, 30-50 gr, 50-100 gr dan
100-200 gr/ekor. Pembongkaran gurita di tempat penerimaan bahan
baku dilaksanakan dengan cepat dan
tepat dengan
penerapan
suhu 0 - 5oC atau rantai
dingin tetap terjaga, serta
dihindarkan dari panas matahari, dan
selalu
menggunakan es dalam setiap perlakuan kecuali pada saat penimbangan.
5.2 Bahan Tambahan
5.2.1 Garam
Garam pada PT. ICS
digunakan untuk proses soaking dalam pembekuan gurita (Octopus sp). Garam pada proses ini memiliki fungsi pengenyal, mengurangi
lendir pada gurita dan membunuh mikroorganisme yang berkembang pada gurita
serta merubah tekstur gurita akan sedikit kaku atau tidak lembek. Garam yang
digunakan pada perusahan adalah garam berwarna putih
serta teksturnya seperti pasir. Garam
tersebut umumnya dikenal sebagai
garam dapur atau garam halus. Menurut Winarno (2007) garam adalah benda
padat bewarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan
bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%)
serta senyawa lainnya seperti Magnesium
Chlorida, Magnesium Sulfat dan Calsium Chlorida. Sebenarnya garam tidak
bersifat membunuh mikroorganisme (germicidal). Dalam konsentrasi rendah (1 – 3
%), justru garam membantu pertumbuhan bakteri. Beberapa jenis bakteri dapat
tumbuh pada garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red balophilic bacteria yang menyebabkan
warna merah pada ikan (Moeljanto,1992)
5.2.2 Sodium
Tripolifosfat
STTP (Sodium Tripolifosfat) adalah
salah satu bahan tambahan makanan pada proses pembekuan gurita yaitu pada
proses soaking. STTP digunakan sebagai
bahan pengikat air agar air dalam daging gurita tidak cepat mengering atau
dehidrasi sehingga daging gurita akan bertambah beratnya. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ilyas (1983) bahwa polifosfat dimanfaatkan pula pada
pembekuan ikan guna mengurangi drip, dimana fillet
ikan dicelupkan ke dalam larutan air yang mengandung natrium fosfat atau kalium
fosfat atau campuran keduanya sebelum dibekukan. Sodium tripolifosfat digunakan
pada produk daging untuk beberapa alasan yaitu mengubah atau menstabilkan pH,
meningkatkan daya ikat air daging, mengurangi hilangnya berat daging saat
dimasak, dapat memperbaiki tekstur dan sifat sensori daging (keempukan, kadar
jus, warna dan rasa) serta memperpanjang umur simpan daging (Long et al.,
2011).
5.3 Bahan Pembantu
5.3.1 Air
Air yang digunakan di PT. Istana Cipta Sembada dibagi menjadi 2 kegunaan yaitu air yang digunakan sanitasi dan air yang digunakan produksi. Sumber air tersebut berasal dari
pengeboran air tanah yang berada di dalam lingkungan PT. ICS. Air diambil dengan menggunakan pompa dan
didistribusikan dengan pipa non korosif dan PVC, lalu ditampung dalam bak
penampungan air. Air yang digunakan sanitasi adalah air standar air bersih (tanpa perlakuan khusus) yang
hanya digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan yang tidak berkontak
langsung dengan produk.
Sementara itu air yang digunakan untuk produksi dan membersihkan peralatan di perusahaan menggunakan air yang telah mengalami proses terlebih dahulu melalui mesin Ultraviolet Water Sterilizer dan
Ozonisasi. Air tersebut layak untuk
digunakan pada saat proses produksi dan telah
diuji secara kimiawi serta mikrobiologi di laboratorium. Penampakan secara
fisik air tersebut jernih, tidak berbau dan tidak berwarna serta aman untuk digunakan
pada proses pengolahan pada perusahaan. Selama proses produksi berlangsung, air di water thretmen sampai 700 mv
apabila air tersebut sudah mencapai air sudah dinyatakan aman. Penggunaan air
untuk produksi setiap bulan rata-rata 4000-7000 m3, yang dipenuhi
dari sumber pengeboran air tanah di perusahaan tersebut.
5.3.2 Es
Penggunaan es pada PT. ICS menggunakan ice flake. Es yang digunakan pada proses pembekuan
gurita adalah es jenis curai
yang terbuat dari air berkualitas air minum.. Es curai
tersebut berasal dari Perusahaan itu sendiri yang dibuat menggunakan mesin ice flake. Penyimpanan es memiliki ruangan khusus pada perusahaan tujuannya untuk
mempertahankan suhu es agar es tidak mencair. Es yang digunakan di perusahaan sebaiknya dibuat dari air yang
telah memenuhi persyaratan air
minum dan disimpan pada ruang
penyimpanan yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari cemaran bakteri
phatogen, jamur, potongan-potongan kayu, dll (Murniyati
dan Sunaman,2000)
5.4 Prosedur Pembekuan Gurita (Octopus sp.)
Alur proses pembekuan gurita (Octopus sp.) pada PT. ICS
meliputi penerimaan bahan baku, defrost, penimbangan I, gutting, penimbangan II, cutting raw, soaking, boiling, colling, penimbangan
III, cutting, penimbangan hasil ,pengecekan gurita, pengecekan benda asing, penimbunan, pembekuan dan glazing, metal detecting, packing dan cold storage.
5.4.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang datang di perusahaan
biasanya pagi pukul 08.00 WIB.
Bahan baku dikirim melalui jasa angkutan darat. Setelah bahan baku
diterima kemudian pegawai perusahaan langsung mengecek suhu bahan baku
tersebut. Apabila bahan baku sudah memenuhi standar dari perusahaan langsung
diterima dan di proses. Bahan baku yang diterima dalam keadaan segar serta
memiliki nilai rata-rata organoleptik minimal 8 seperti mata (bening,
cemerlang, cembung), bau (segar, spesifik gurita), tekstur (kompak, elastis),
kenampakan (tentakel utuh, tidak cacat) dan warna (abu-abu segar). Standar suhu
pada tahapan penerimaan bahan baku adalah 4°C karena dengan suhu tersebut bahan baku masih segar.
Menurut
pendapat Fellow (2015), bahwa bahan baku atau bahan pangan segar dilihat
dari segi tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan. Bahan pangan segar serta
memiliki daya awet yang lama dipengaruhi oleh suhu. Suhu untuk bahan pangan
segar dibawah 4°C. Bahan baku didatangkan sejumlah 4 ton per harinya. Bahan baku yang datang adalah gurita beku yang
berbentuk ball dengan bungkus plastik tipis.
Bahan baku tersebut diangkut dengan menggunakan kendaraan pick up. Selama perjalanan bahan baku
gurita disimpan didalam sterofoam
dengan ditambahkan es curai untuk mempertahankan mutu gurita tersebut. Es curai
berupa butiran-butiran yang sangat halus (diameter ± 2 mm) dan lembek, dan umumnya
sedikit berair (Murniyati dan Sunaman, 2000).
Penataan gurita dan es di dalam sterofoam
menggunakan metode penimbunan (bulking)
yaitu penyusunan di dalam sterofoam
dilakukan mulai dari es curai sebagai dasarnya, kemudian gurita lalu es curai,
gurita lagi dan terakhir es curai. Perbandingan antara es curia dan dan daging
gurita adalah 2 : 1, yaitu 2 kg es curia kemudian ditumpuk danging gurita 1 kg.
Metode ini baik untuk digunakan karena dapat mempertahankan mutu bahan baku.
Hal ini sesuai dengan pendapat Murniyati dan Sunaman
(2000), metode bulking adalah
pengesan ikan dalam wadah yang dilakukan pemberian es dasar wadah, beri lapisan
es lagi di atas lapisan ikan. Demikian seterusnya penyusunan ikan dilakukan
sampai wadah terisi penuh. Adapun penataan gurita dan es disajikan pada Gambar 3.


Gambar 3. Penyimpanan Gurita (Octopus sp.) Pada Sterofoam
Sumber: PT. ICS (2018)
Adapun standar mutu
bahan baku yang diterima PT. ICS disajikan pada Tabel 7. Berikut :
Tabel 7. Standar Mutu Bahan
Baku Perusahaan
No.
|
Ciri-ciri
|
Penerimaan
|
Tolelir
|
Penolakan
|
1
|
Mata
|
Bening, cemerlang,
cembung
|
mata cembung, ada lingkar
merah
|
Cacat, hilang
|
2
|
Bau
|
Segar, spesifik gurita
|
Netral
|
Busuk, bau ammonia
|
3
|
Tekstur
|
Kompak, elastis
|
Sedikit lembek (bila
ditekan masih kembali)
|
Lembek (bila ditekan tidak
kembali)
|
4
|
Kenampakan
|
Tentakel utuh, tidak cacat
|
Sedikit cacat untuk
gurita, maksimal 2 tentakel yang patah
|
Banyak tentakel yang
patah lebih dari 2
|
5
|
Warna
|
Abu-abu segar
|
Abu-abu, ada kulit yang
mengelupas.
|
Pucat, warna abu-abu
pudar
|
Sumber : PT. ICS (2018)
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat standar mutu bahan baku yang diterima
oleh perusahaan meliputi mata, tekstur, bau, kenampakan dan warna.
5.4.2 Defrost
Gurita beku berbentuk bola yang sudah diterima kemudian di tempatkan
pada wadah besar dan direndam air untuk dilakukan proses defrost. Kemudian
gurita dikeluarkan dari plastik dan ditempatkan di wadah besar lain lalu direndam
air. Fungsi air pada proses tersebut adalah untuk mempercepat proses pencairan
gurita beku yang baru datang.
5.4.3 Penimbangan
I
Penimbangan dilakukan dengan menggunakan
timbangan digital. Penimbangan
dilakukan dengan meletakkan keranjang di atas timbangan kemudian gurita
dimasukkan lalu dicatat beratnya. Tujuan penimbangan I dilakukan agar supaya
mengetahui berat bahan baku yang datang dari pengiriman atau pemasok. Menurut
Adawiyah (2007), penimbangan dilakukan dengan cara keranjang diletakkan pada
timbangan digital kemudian timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu
dicatat.
5.4.4 Gutting (Penyiangan)
Setelah proses defrost dan
penimbangan I, maka proses
selanjutnya adalah proses gutting (penyiangan) pada bahan baku. Tujuan dari proses gutting adalah untuk membersihkan isi kepala
dan tinta gurita sehingga mendapatkan bahan baku gurita yang bersih dan sesuai
standar. Proses gutting dapat dilihat seperti Gambar 4.

Gambar 4. Proses Gutting
gurita
Sumber : kupang.antarnews.com
(2018)
5.4.5. Penimbangan
II
Penimbangan II dilakukan
setelah proses gutting yang bertujuan untuk mengetahui penyusutan berat gurita
setelah proses gutting. Penimbangan II dilakukan menggunakan timbangan digital.
Penimbangan dilakuan sama dengan
penimbangan I yaitu dengan
meletakkan keranjang di atas timbangan kemudian gurita dimasukkan lalu dicatat
beratnya. Tujuan penimbangan II dilakukan agar mengetahui berat bahan baku setelah
dilakukan proses gutting (penyiangan). Menurut Adawiyah (2007), penimbangan
dilakukan dengan cara keranjang diletakkan pada timbangan digital kemudian
timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu dicatat.
5.4.6 Cutting Raw (Pemotongan Mentah)
Proses cutting
raw dilakukan setelah proses gutting dan penimbangan II. Pada proses
cutting raw gurita dipotong bagian kepala (head),
leher (neck), dan tentakel (leg). Masing-masing bagian dikelompokkan
berdasarkan jenisnya. Pada pemotongan tentakel (leg) dibagi menjadi dua bagian yaitu dipotong tengahnya, sehingga
kaki atau tentakel gurita menjadi 4 bagian kanan dan 4 bagian kiri. Setelah
dikelompokkan berdasarkan jenisnya pada wadah yang berbeda, kemudian hasil
pemotongan gurita diberi es untuk menjaga kesegaran baha baku kemudian hasil pemotongan gurita dikirim ke ruang soaking. Proses cutting raw dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Cutting Raw
Sumber : wikihow.com (2018)
5.4.7 Soaking
Proses perendaman (soaking) dilakukan dengan cara gurita dimasukkan pada wadah fiber berukuran besar kemudian
ditambah dengan air, es serta
ditambahkan garam dan sodium tripolifosfat kemudian diaduk aduk selama 5 menit lalu ditutup rapat dan didiamkan
selama 1 malam. Tujuan
dilakukan pengadukan adalah untuk menghomogenkan gurita, garam, sodium
tripolifosfat. Proses ini memiliki tujuan untuk
membentuk kekenyalan dan tekstur gurita, untuk mengurangi lendir yang masih menempel pada gurita, membunuh
mikroorganisme dan agar tekstur gurita menjadi keset serta mempermudah untuk
proses selanjutnya. Adapun persentase perendaman pada gurita dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase perendaman gurita
Bahan Perendaman
|
Persentase (%)
|
Air
|
60
|
Es
|
30
|
Garam
|
2
|
Sodium Tripolifosfat
|
8
|
Jumlah
|
100
|
Sumber : Data Primer (2018)
Perendaman
dilakukan dengan air 60%, es 30%, garam 2% dan sodium tripolifosfat 8% dari berat gurita. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI batas
penggunaan P2O5 (Sodium
Tripolifosfat) adalah 5 gram per kilogram berat adonan atau 0,5 % (Leny
Yuanita, 2008). Masing-masing
wadah fiber menampung gurita sejumlah 300 gram. Tujuan penggunaan garam 2% air dan es adalah mendinginkan produk
agar mutu tetap terjaga, garam berfungsi untuk menurunkan titik beku es dan
memperbaiki tekstur daging pada gurita. Sedangkan tujuan penggunaan sodium
tripolifosfat 8% adalah untuk membentuk kekenyalan dari tekstur
gurita dan menambah berat gurita sehingga pada proses boilling gurita tidak terlalu menyusut. Gurita yang sudah melalui
proses soaking kemudian ditimbang
menggunakan timbangan digital pada keranjang dan dikirim ke ruang boil. Satu
keranjang memuat 30 kg gurita. Proses soaking dapat dilihat seperti Gambar 6.

Gambar 6. Proses Soaking Gurita
Sumber : PT. ICS (2018)
5.4.8 Boiling
Boiling dilakukan setelah proses soaking. Boiling dilakukan di ruang boil.
Dilakukan dengan cara memasukkan keranjang yang berisi gurita kedalam pemanas (Heater) yang besar. Di dalam ruang boil terdapat 5 mesin pemanas, 4 mesin pemanas berukuran kecil
dan 1 mesin pemanas berukuran besar. Akan tetapi mesin pemanas yang bisa
digunakan hanya 3 yaitu 2 mesin pemanas kecil dan 1 mesin pemanas besar. Mesin
pemanas kecil hanya memuat 1 keranjang gurita dengan berat 30 kg, sedangkan
untuk mesin pemanas yang besar memuat 4 keranjang gurita. Boiling dilakukan dengan cara memanaskan air hingga mencapai suhu
950-970. Gurita yang akan di boil dimasukkan kedalam mesin pemanas sambil diaduk-aduk
lalu ditutup. Suhu gurita setelah diboil harus mencapai suhu 450C
karena pada suhu sekian penyusutan pada gurita tidak terlalu kecil. Adapun
standar boiling pada proses pembekuan gurita (Octopus. sp) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Standar Boil Gurita (Octopus. sp)
Size (kg)
|
Tonase/Boil (kg)
|
Segment
|
Timer (second)
|
0,3 –
0,5
|
120
|
Leg
|
90
|
0,5 –
1,0
|
120
|
Leg
|
180
|
1,0 –
2,0
|
120
|
Leg
|
210
|
2,0 up
|
120
|
Leg
|
360
|
Mix
|
120
|
Head
|
240
|
Sumber :
PT. ICS (2018)
Keterangan :
Gurita yang berukuran 0,3 – 0,5 direbus dengan
kapasitas 120 kg yang merupakan bagian kaki (Leg) membutuhkan lama waktu
untuk merebus adalah 90 detik.
5.4.9 Cooling
Setelah
proses soaking dan boiling, proses selanjutnya adalah cooling. Gurita yang sudah diboil kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan dibawa ke ruang proses yang kemudian dilakukan proses cooling. Proses cooling bertujuan untuk menurunkan suhu gurita yang baru
diangkat dari mesin pemanas. Cooling dilakukan menggunakan wadah fiber berukuran sedang. Sebelum proses colling dilakukan wadah fiber tersebut
diisi air dan diberi es.. Gurita yang panas dimasukkan ke dalam wadah fiber
tersebut dan didiamkan selama ± 5 menit.
5.4.10 Penimbangan III
Penimbangan III dilakukan untuk mengetahui
berat gurita setelah proses boilling.
Dilakukan menggunakan timbangan digital. Penimbangan III
dilakukan sama dengan penimbangan I dan II yaitu dengan meletakkan keranjang di atas
timbangan kemudian gurita dimasukkan lalu dicatat beratnya. Tujuan
penimbangan III dilakukan agar supaya mengetahui berat bahan baku setelah
dilakukan proses boiling (perebusan).
Menurut Adawiyah (2007), penimbangan dilakukan dengan cara keranjang diletakkan
pada timbangan digital kemudian timbangan dikalibrasi dan ikan dimasukkan lalu
dicatat.
5.4.11 Cutting (Pemotongan
Matang)
Setelah proses colling
dan penimbangan III proses selanjutnya adalah cutting (pemotongan) gurita yang sudah matang. Pemotongan dilakukan
menggunakan pisau dan berbentuk bulat. Cutting
dilakukan dengan cara meletakkan gurita diatas telenan kemudian dipotong sesuai
size yang diminta oleh buyer. Daging gurita yang dipotong hanya diambil yang
berwarna putih, sedangkan gading yang berwarna hitam disendirikan, akan tetapi
limbah daging pemotongan (Broken) tersebut tidak dibuang, melainkan bisa dijual
atau diolah kembali. Hasil limbah potongan daging gurita dibagi menjadi 2 jenis
yaitu, (1) Broken ekor (Ashesaki), biasanya limbah tersebut di
bekukan dan diekspor ke Jepang. (2) Broken
leg,limbah ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu broken leg warna hitam, yang biasanya hanya dijual di daerah lokal
saja dan broken leg warna putih (Kiriotushi) yang biasanya dibekukan lalu
diekspor ke Jepang.
Setelah
gurita dipotong sesuai ukuran yang diminta buyer, kemudian dilakukan proses
sortir. Proses sortir ini dilakukan untuk menghomogenkan ukuran hasil
pemotongan gurita matang. Hasil sortir kemudian diletakkan pada wadah fiber dan
ditaburi es pada permukaannya yang bertujuan untuk mempertahankan mutu daging
gurita.
5.4.12 Penimbangan Hasil
Proses selanjutnya adalah penimbangan
hasil dan pengelompokan per box.
Hasil pemotongan gurita kemudian ditimbang berdasarkan hasil sortir. Setelah ditimbang
kemudian hasil pemotongan gurita dikelompokkan berdasarkan ukuran. Hasil
pengelompokan tersebut ditempatkan pada wadah atau box yang berbeda dengan tujuan untuk mempermudahkan dalam proses
selanjutnya dan membedakan hasil potongan gurita sesuai dengan permintaan
buyer.
5.4.13 Pengecekan
Gurita
Setelah potongan gurita dikelompokkan pada wadah
fiber yang berbeda kemudian petugas pengecekan melakukakan pengecekan sampel masing-masing box. Pengecekan ini dilakukan dengan
tujuan memastikan ukuran potongan sesuai dengan permintaan buyer dan memastikan
bahwa hasil potongan gurita lolos sesuai ukuran pengelompokan per box.
5.4.14 Pengecekan
Benda Asing
Setelah proses pengecekan, proses selanjutnya
adalah pengecekan benda asing pada potongan gurita. Proses pengecekan benda
asing pada potongan gurita menggunakan alat “Meja Lampu” . Proses ini dilakukan dengan cara menuangkan potongan
gurita di atas meja lampu kemudian memilah-milah potongan gurita tersebut.
Kemudian potongan yang sudah dipilah-pilah dan dianggap lolos ditempatkan pada
wadah fiber yang lain. Proses ini bertujuan untuk mengetahui benda-benda asing
yang ikut terbawa pada proses sebelumnya. Benda asing tersebut antara lain
benang, plastik, rambut, dan kertas.
5.4.15 Penimbunan
Hasil potongan gurita yang sudah dinyatakan lolos
pada proses pengecekan benda asing kemudian diletakkan pada box timbun. Sebelum potongan gurita
ditaruh pada box timbun, wadah fiber
terlebih dahulu diberi es curai lalu potongan gurita dituangkan pada wadah fiber tersebut lalu
diberi es curai, begitu seterusnya sampai wadah fiber penuh. Permukaan paling
atas dilapisi es curai lalu ditutup dan menunggu proses selanjutnya. Tujuan
dari proses ini adalah mempertahankan kualitas mutu pada potongan gurita
tersebut sampai menuggu proses selanjutnya. Hasil potongan gurita ditimbun
terlebih dahulu karena pada PT. ICS
kekurangan tenaga kerja dan peralatan sehingga potongan gurita harus ditimbun
terlebih dahulu.
5.4.16 Pembekuan dan Glazing
Hasil potongan gurita yang ditimbun kemudian
dibekukan menggunakan mesin IQF (Individual
Quick Freezing). Potongan gurita ditata dan diratakan pada mulut mesin IQF. Pada pintu keluar
pertama potongan gurita keluar dalam bentuk beku per biji. Pada pintu keluar
pertama potongan gurita dibekukan dengan suhu 160C dengan kecepatan mesin 3000 kilo/1 jam. Kemudian
potongan gurita beku masuk kedalam mesin kedua. Mesin kedua ini berfungsi untuk
memberikan lapisan es pada potogan gurita beku atau disebut proses glazing. Pada mesin glazing ini menggunakan suhu 80C
sehingga lapisan pada potongan gurita beku menjadi tebal dari pada sebelumnya.
5.4.17 Metal Detecting
Setelah potongan gurita dibekukan menggunakan mein
IQF dan di glazing, kemudian potongan gurita beku dilewatkan mesin detector. Tujuan proses ini adalah untuk
mengetahui kandungan logam berat pada produk sehingga pada saat diekspor produk
memiliki kualitas mutu dan keamanan pangan yang terjamin.
5.4.18 Packing dan Cold Storage
Proses selanjutnya adalah proses packing
dan penyimpanan pada cold storage.
Setelah produk dilewatkan pada mesin metal
detector dan dinyatakan lolos kualitas mutu dan keamanan pangan,
kemudian produk di packing. Sebelum
produk di packing, produk ditimbang
terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan digital. Produk gurita (Octopus. sp) beku di packing
menggunakan kemasan dengan ukuran 1 kg/pcs.Setelah produk di packing kemudian
produk gurita beku disimpan pada cold storage. Pada cold storage PT. ICS menggunakan suhu -180C.
5.5 Mutu Produk Akhir
Pengendalian mutu produk merupakan salah satu upaya
yang harus dilakukan dalam rangka menghasilkan dan memberikan produk yang
memiliki mutu yang baik. Persaingan usaha yang semakin ketat, ditambah dengan
tuntutanbaik secara formal melalui peraturan perundang-undangan, maupun secara
nonformal melalui kepuasan konsumen, maka menghasilkan produk yang berkualitas
atau bermutu sudah menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan. Adapun syarat mutu
bahan baku produk dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10.
Syarat Mutu Bahan Baku Produk
Jenis Uji
|
Satuan
|
Syarat Mutu
|
Organoleptik minim
|
Nilai (1-9)
|
Minimal 7
|
Cemaran
mikroba
ALT,
maks
|
Koloni / gr
|
5,0 x 104
|
Esscheria
colli, maks
|
APM / gr
|
< 3
|
Salmonella
|
Per 25 gr
|
Negatif
|
Vibrio cholera
Vibrio parahaelyticus*),
|
APM / gr
|
< 3
|
Parasit,
maks*)
|
Ekor
|
0
|
Cemaran kimia
Raksa (Hg) maks*
Timbal (Pb) maks*
|
Mg / kg
Mg / kg
|
0,5
2 - 18
|
Fisika
:
Suhu
pusat, minimal
|
0C
|
Sumber
: http://www.smkpkpuger.sch.id/2013/11/pengolahan-udang-dan-gurita-di-pt.html
5.6 Penerapan Sanitasi dan Higiene
5.6.1 Sanitasi dan Higiene Bahan Baku
Bahan baku gurita (Octopus. sp) diperoleh dari pemasok daerah Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo. Sedangkan dari daerah
luar jawa yaitu Sulawesi dan Sumbawa. pemasok mengirim bahan baku ke perusahaan
menggunakan mobil Pick Up yang dikemas dalam cool box sterofom Kemudian bahan baku langsung diterima di ruang
penerimaan yang di tangani langsung oleh pegawai perusahaan. Bahan baku dari
suplier diletakkan dalam sterofom atau cool box yang memliki susunan dari dasar
yaitu es curai kemudian gurita sampai 3 kali tingkatan. Kemudian gurita di cek
suhunya. Standar suhu pada PT. ICS adalah 4°C apabila lebih dari suhu 4°C gurita akan dikembalikan atau masih dipertimbangkan.
Bahan baku yang sering diterima pada perusahaan
yaitu bahan baku yang segar karena agar pada saat mengecek organoleptiknya
lebih mudah dibandingkan bahan baku dalam keadaan beku. Hasil pengamatan
organoleptik pada bahan baku memiliki nilai rata-rata 8 seperti mata (bening,
cemerlang dan cembung), bau (segar spesifik gurita), tekstur (kompak dan
elastis), kenampakan (tentakel utuh tidak cacat) dan warna (abu-abu segar).
Bahan baku yang diterima pada perusahaan sejumlah 3,5 sampai 4 ton Per harinya.
Menurut pendapat Murniyati dan Sunaman (2000),
ikan segar adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali
semata-mata didinginkan dengan es.
Berat gurita bervariasi mulai dari 30 gr, 30-50 gr, 50-100 gr dan
100-200 gr/ekor. Pembongkaran gurita ditempat penerimaan bahan
baku dilaksanakan dengan cepat dan
tepat dengan
penerapan
suhu 0 - 5oC atau rantai
dingin tetap terjaga, serta
dihindarkan dari panas matahari, dan
selalu
menggunakan es dalam setiap perlakuan kecuali pada saat penimbangan.
5.6.2 Sanitasi
dan Higiene Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang
dipakai oleh PT. ICS untuk proses pembekuan gurita (Octopus sp.) berupa garam 2
%, sodium tripolifosfat 8% dari berat gurita. garam digunakan sebagai bahan
tambahan karena memiliki fungsi sebagai pengenyal, mengurangi lendir pada gurita dan
membunuh mikroorganisme yang berkembang pada gurita serta merubah tekstur
gurita akan sedikit kaku atau tidak lembek. Sedangkan sodium tripolifosfat memiliki fungsi untuk memperbaiki
tekstur gurita dan menambah berat gurita saat direndam sehingga pada saat
proses boiling daging gurita tidak terlalu menyusut serta digunakan sebagai
bahan tambahan karena memiliki fungsi mengubah tekstur gurita menjadi mengkilat
setelah proses soaking.
5.6.3 Sanitasi
dan Higiene Bahan Pembantu
Air yang digunakan di PT. Istana Cipta
Sembada dibagi menjadi 2 macam yaitu air sanitasi dan air produksi. Sumber air
tersebut berasal dari pengeboran air tanah yang berada di dalam
lingkungan PT. ICS. Air
sanitasi adalah air standar air bersih (tanpa perlakuan khusus) yang hanya
digunakan untuk membersihkan lantai dan peralatan yang tidak berkontak langsung
dengan produk. Sementara itu untuk mencuci bahan baku dan membersihkan peralatan di PT. Istana Cipta Sembada menggunakan air
yang diproses terlebih dahulu melalui mesin Ultraviolet
Water Sterilizer dan Ozonisasi dan secara fisik air tersebut jernih, tidak
berbau, dan tidak berwarna
serta aman untuk digunakan pada proses pengolahan pada PT. ICS.
Penggunaan es pada PT. ICS yaitu menggunakan es curai. Es yang digunakan
pada proses produksi adalah es jenis curai yang terbuat dari air berkualitas
air minum yang telah diuji secara berkala dan disimpan pada ruang penyimpanan
yang bersih, suhu dingin dan terhindar dari cemaran bakteri phatogen, jamur,
potongan-potongan kayu, dll.
5.6.4 Sanitasi dan Higiene Peralatan
Semua peralatan dan perlengkapan pembantu yang
digunakan terbuat dari aluminium/stainless stell dan plastik, dimana
peralatan dan perlengkapan pembantu yang dipergunakan dalam operasi pengolahan
sudah mendapatkan perhatian, perawatan dan perbaikan yang baik. Hal ini dapat
dilihat pada saat sebelum dan setelah melakukan proses, semua peralatan yang
telah digunakan dicuci dengan air mengalir ditambahkan deterjen dan disikat,
selain itu pada saat–saat tertentu pencucian peralatan ditambahkan dengan
khlorin 10 ppm. Disamping itu bahan dan konstruksi peralatan yang digunakan
juga mudah dibersihkan. Peralatan yang sekiranya tidak layak pakai tidak
dipergunakan lagi karena dikhawatirkan dapat mencemari produk. Menurut pendapat
Purnawijayanti (1999), bahwa semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan
alat yang digunakan untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari
bahan yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.
5.6.5 Sanitasi
dan Higiene Karyawan
PT. ICS sangat memperhatikan sanitasi dan higiene karyawan demi keamanan produk yang
dihasilkan, tetapi kedisiplinan
karyawan masih kurang hal ini dikarenakan karyawan yang bekerja tanpa di awasi Quality Control tidak menghiraukan kelengkapan kerja, seperti
masker, penutup kepala, dan sarung tangan.
Sebelum masuk pada ruang proses karyawan pada perusahaan ini harus
memakai perlengkapan yang diberikan untuk karyawan antara lain seragam kerja
yang berupa jas lab, hairnett, masker, penutup kepala (topi), sarung tangan,
apron, sepatu boot. Karyawan dilarang menggunakan perhiasan dan juga dilarang
memelihara kuku, karena hal tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi. Hal ini sependapat dengan Purnawijayanti
(1999), Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian, karena
merupakan hal yang penting dalam proses pembekuan gurita. Karyawan yang bekerja
harus memperhatikan beberapa hal mulai dari pakaian yang digunakan harus
bersih, rambut harus tertata rapi dan tidak boleh sampai jatuh pada produk,
memakai sarung tangan kemudian kondisi juga tidak boleh dalam keadaan sakit
saat bekerja, dan harus mencuci tangan sebelum dan sesudah proses.
5.6.6 Ruang
Proses
Sanitasi dan higiene ruang proses di PT. ICS sudah terjaga dengan baik. Karena adanya petugas
khusus yang bertugas untuk membersihkan lantai akan tetapi biasanya setelah
proses selesai karyawan langsung membersihkan langsung. Pembersihan ini
menggunakan air yang disemprotkan pada lantai dan di tambahkan sabun lantai apabila lantai masih ada sisa air yang
menggenang langsung di pel menggunakan kain khusus untuk lantai. Setiap ruang
proses dilengkapi dengan tirai plastik. Tujuannya untuk mencegah kontaminasi
silang pada tahapan proses. Sebelum masuk ke ruang proses juga dilengkapi
dengan bak pencucian kaki dengan klorin 200 ppm. Pest control juga terdapat di atas pintu masuk ruang proses,
fungsinya untuk membunuh binatang seperti serangga, lalat, dan lain-lain.
Lantai dalam ruang proses terbuat dari plesteran yang sudah dicat bewarna biru
dan memiliki kemiringan 3° sehingga
sangat mudah untuk pembersihannya. Di ruang proses terdapat lubang khusus untuk
pembuangan air atau sisa pada tahapan proses. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnawijayanti (1999), sanitasi dan higiene
pada ruang proses adalah sebagai berikut:
1. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan
bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan.
2. Lantai, ruang pengolahan dan peralatan dibersihkan setiap hari atau
setelah proses berakhir.
3. Memasang kawat kasa pada pintu masuk dan jendela serta memasang jeruji
atau saringan pada lubang pembuangan limbah atau sisa proses.
5.7 Pengolahan
Limbah
Pada proses pembekuan gurita di PT. Istana
Cipta Sembada terdapat dua macam limbah yaitu limbah cair dan limbah padat.
Limbah cair berasal dari sisa pencucian gurita,. Sedangkan limbah padat berasal
dari sisa potongan-potongan daging gurita. Adapun cara pengolahan limbah yang
digunakan berbeda, yaitu limbah cair diolah dengan cara nitrifikasi yaitu penguraian
bakteri dengan cara mensterilkan limbah
cair sehingga limbah tidak berbau kemudian limbah cair dibuang di sawah yang
terletak di belakang perusahaan. Sedangkan limbah padat diolah dengan cara di
bekukan kemudian di ekspor ke Jepang, China, Taiwan, dan Arab.

1. Bahan baku yang
digunakan pada PT. ICS adalah gurita
(Octopus sp.), bahan pembantu yang
digunakan air dan es, serta peralatan yang digunakan pada proses pembekuan
gurita (Octopus sp.) terdiri dari keranjang
plastik, timbangan digital, bak plastik, Individual Quick Freezer, Cold Storage
dan lain – lain.
2. Tahapan proses pembekuan gurita (Octopus
sp.) meliputi penerimaan bahan baku, defrost dan penimbangan I, gutting (penyiangan), penimbangan II, cutting raw (pemotongan mentah), soaking, boiling, colling, penimbangan III, cutting (pemotongan matang), penimbangan hasil, pengecekan gurita, pengecekan benda asing, penimbunan, pembekuan (IQF) dan glazing, metal detactor, packing dan cold storage. Dari semua tahapan tersebut sudah berjalan
dengan baik sesuai standar perusahaan, dimana setiap tahapan selalu menerapkan
sistem rantai dingin.
3. Penerapan
sanitasi dan higiene pada PT. ICS telah
dilakukan dengan baik, namun masih perlu adanya pengawasan yang
lebih ketat lagi, pada disiplin pengawasan perlengkapan kerja terutama
kelengkapan masker dan sarung tangan.
1. Sebaiknya karyawan memasang sarung tangan
agar tidak terajadi kontaminasi silang pada
produk.
2. Pengawasan sanitasi dan higiene karyawan
dalam penggunaan masker dan sarung tangan perlu diperketat, agar tidak
mengkontaminasi pada
produk.

Adawiyah, R. 2007.
Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Budiyanto Agus dan Sugiarto Herri,1997.
Oseana, Volume XXII, Nomor 3, 1997 : 25-33
Albin R.S, 1993. Emosi: Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkan.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Afriyanto
dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Agung. 2003. Tatalaksana
Hygiene Sanitasi Untuk Penjamah Makanan.
Albin R.S, 1993. Emosi: Bagaimana Mengenal, Menerima, dan Mengarahkan.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Astuti. 2002. Pembekuan Gurita. http://www.fiverday.com/fiverness-articles/nutrition/-healthyeating/the-nutrition-ofoctopus.html.
Azwar, H dan Syaifuddin. 2010. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia
Fellows, P. J. 2015. Teknologi Pengolahan Pangan : Prinsip dan Praktik,
Edisi 3. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Fitday.
2010. Gizi dari Octopus. http://www.fitday.com/fitness-articles/nutrition/-healthyeating/the-nutrition-ofoctopus.html. [10 April 2017]
Green, J. H. dan A. Kramer. 1979. Food Processing Waste
Management. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/star.19810330719/abstract&hl=id-ID
Hidayat. 2012. Metode Praktek Kerja Lapang. Media
Pelajaran. Bogor.
Heldman dan Singh. 2008. Thermal Arrest Time Pada Pembekuan Ikan. http://kamuskbbi.id/istilah.php?&arti%20kata%20thermal%20arrest%20time-bidang-Perikanan&id=149646.html
Husein,U. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis
Bisnis. Gading Permai. Jakarta.
Jennie, B.S.L dan W.P. Rahayu, 1993. Penanganan Limbah
Industri Pangan
Kanisius.
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar