Proses Pengolahan Terasi Udang Rebon (Acetes indicus)

     PROSES PENGOLAHAN TERASI UDANG REBON
    
       Potensi ikan merupakan salah satu sumber gizi yang penting bagi kehidupan manusia, sehingga manusia menjadikan ikan sebagai salah satu makanan untuk melengkapi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari hari, dengan demikian permintaan ikan akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya permintaan ikan di pasar, sektor perikanan memiliki prospek yang sangat baik dalam menunjang program ketahanan pangan nasional dan perbaikan gizi masyarakat. Salah satunya adalah udang yang mengalami permintaan sangat meningkat setiap tahunnya.
     Udang merupakan komoditi yang cepat mengalami kemunduran mutu, oleh karena itu berbagai cara telah dilakukan untuk tetap menjaga dalam menghindari kemunduran mutu, salah satu diantaranya yaitu pengawetan. Tujuan utama pengawetan yaitu menghambat aktivitas atau pertumbuhan mikroba, menghambat proses enzimatik, serta memberikan sifat fisik kimiawi yang khas dan memberi nilai estetika yang tinggi. Untuk menghambat hal-hal tersebut, maka salah satu pengawetan yang dapat dilakukan untuk udang rebon adalah mengolahnya menjadi terasi (Adawyah, 2007).
             Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan terasi adalah ikan-ikan kecil dan udang kecil yang biasa disebut udang rebon. Ikan-ikan kecil dan udang rebon hidup secara berkelompok dalam jumlah yang sangat banyak di sekitar pantai, dan hanya akan muncul pada bulan-bulan tertentu yaitu antara bulan April - Mei.
           Rebon (Acetes indicus) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku terasi karena rebon tersebut memiliki kulit atau cangkang yang lunak sehingga memungkinkan untuk dihancurkan secara sempurna. Rebon yang digunakan sebagai bahan baku terasi merupakan sumber protein hewani yang baik di samping daging dan telur.
         Cara pembuatan terasi udang rebon (Acetes indicus) cukup mudah sehingga dapat dikerjakan oleh anggota keluarga sebagai industri rumah tangga. Teknologi dan peralatan yang digunakan juga sederhana dan relatif tidak memerlukan investasi modal yang besar. Indonesia banyak memiliki usaha skala kecil, menengah maupun besar yang memproduksi terasi udang rebon. Pemasaran terasi udang  rebon menyebar di seluruh Indonesia bahkan pemasarannya meluas hingga menembus pasar luar negeri.
         
TAHAPAN PROSES PENGOLAHAN TERASI

1. Penerimaan bahan baku
  Bahan baku untuk pengolahan terasi udang rebon adalah udang rebon. Biasanya musim udang rebon di laut jawa kurang lebih selama 2 minggu dalam sebulan. Hal ini berbeda dengan pendapat katimin (2008) bahwa rebon adalah jenis udang kecil merupakan bahan baku dari pembuatan terasi udang rebon. Muncul diawal musim hujan disekitar muara sungai, yang mengerumuni benda-benda yang terapung.
       Pengadaan bahan baku selain bergantung dari musim juga dari daerah penangkapan, semakin dalam dan jauh dari daratan semakin banyak dan besar rebon yang di tangkap. Bahan baku udang rebon basah akan mengalami penyusutan setelah melalui proses penjemuran, hal ini terjadi karena kandungan air pada udang rebon menghiang sehingga menyebabkan penyusutan.
2. Penggaraman
      
   Setelah proses penerimaan bahan baku kemudian proses selanjutnya adalah proses penggaraman. Menurut Abdul Majid, dkk (2014) kadar garam yang digunakan dalam pengolahan terasi udang adalah 2%. Kadar garam mempengaruhi nilai organoleptik terutama pada spesifikasi rasa dan tekstur, selain itu jika penambahan garam terlalu tinggi maka akan menimbulkan rasa yang terlalu asin dan cenderung pahit. Hal ini sesuai dengan pendapat Murniati dan Sunarman (2004) bahwa garam dapat menimbulkan rasa yang terlalu asin cenderung pahit pada bahan makanan yang diawetkan dengan cara penggaraman pada konsentrasi garam yang tinggi.
    Fungsi pemberian garam adalah untuk menambah cita rasa dan untuk pengawetan. Sesuai dengan pernyataan Adawyah (2007) yaitu tujuan pemberian garam pada olahan terasi adalah menambah cita rasa, membentuk tekstur yang diinginkan, dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme, yaitu merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan berperan  dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen.
   Kecukupan garam yang digunakan dalam fermentasi sangat berpengaruh terhadap produk akhir, karena meskipun mengurangi laju enzimatis garam juga menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri-bakteri pembusuk yang menimbulkan bau yang tidak dikehendaki.
3. Penjemuran

   Penjemuran bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam udang rebin agar memudahkan proses penumbukan atau penggilingan. Penjemuran dilakukan selama 2-3 hari. Pada proses penjemuran ini udang rebon dibolak balik menggunakan sapu agar menghasilkan pengeringan yang merata dan maksimal. Sebagaimana pendapat Adawyah (2007) pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadungan air. Penjemuran dilakukan di tempat terbuka dengan memanfaatkan terik panas matahari.
4. Pencampuran Bahan Pewarna Makanan

   Pencampuran bahan pewarna makanan dilakukan setelah proses penjemuran. Pewarna makanan dilarutkan menggunakan air panas dalam bak yang berukuran sedang. Pemberian pewarna makanan dilakukan dengan cara disiram-siramkan pada udang rebon yang sudah kering sambil diaduk-aduk agar pewarna dan udang rebon kering tercampur merata. Proses pemberian pewarna makanan bertujuan untuk memberi warna pada terasi udang rebon agar kelihatan menarik.
5. Penggilingan I

   Setelah udang rebon kering dicampur dengan bahan pewarna, prises selanjutnya adalah penggilingan menggunakan mesin. Pertama, yaitu penghalusan bahan baku sampai setengah jadi. Penggilingan pertama ini hasilnya tidak terlalu halus jadi masih sangat kasar. Butiran yang kasar pada pada terasi, disebabkan antara lain oleh proses penghancuran bahan baku disebabkan oleh gerigi penggiling lubangnya agak besar. Tujuan dari penghalusan I adalah untuk menghomogenkan garam dan pewarna sehingga hasil yang diperoleh terasi menjadi berwarna merah merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suprapti (2002) bahwa butiran yang kasar pada terasi disebabkan antara lain oleh proses penghancuran bahan yang tidak sempurna.
6. Penggilingan II
               
  Setelah penggilingan I yang menghasilkan bahan baku setengah jadi proses selanjutnya adalah penggilingan II. Dimana pada proses penggilingan II ini menghasilkan bahan baku dalam bentuk halus dan siap untuk dicetak. Penggilingan II ini yaitu penghalusan sampai halus dengan memasang gerigi yang lubangnya sangat kecil.
  Tujuan dari penggilingan II ini adalah untuk mempermudah dalam mencetak terasi sehingga menjadi terasi yang padat. Tingkat kehalusan terasi memang tidak dapat diukur dengan skala mesh, namun langsung nampak pada penampilannya apabila pada saat diiris, permukaan terasi pada irisan nampak halus atau licin, maka hal ini menunjukkan bahwa tingkat kehalusannya tinggi. 
 7. Penimbangan
     Penimbangan dilakukan dengan menggunakan alat timbang manual yang biasa digunakan untuk menimbang buah. Penimbangan bertujuan untuk menyamakan berat terasi, terasi ditimbang dengan berat 1 kg. Pada saat ditimbang terasi hanya dibentuk seperti bola dan selanjutnya dilakukan tahap pencetakan. Dalam tahap ini berbeda dengan pernyataan Suprapti (2002) yang dalam bagian urutan proses pembuatan terasi dengan cara tradisional, tidak dilakukan proses penimbangan.
8. Pencetakan
   Tujuan pencetakan adalah untuk menarik minat konsumen dan untuk memudahkan tahap pengemasan. Tepat setelah proses penimbangan, adonan kemudian dicetak menggunakan tangan. Proses pencetakan dilakukan diatas telenan. Teknik pencetakannya masih manual menggunakan tangan. Cara mencetak manual adalah dengan cara membanting produk diatas telenan sehingga membentuk produk menjadi persegi, agar memudahkan pembentukan digunakan air agar terasi tidak lengket pada tangan dan menempel pada telenan. Dalam hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Suprapti (2004) yang pada proses pencetakan tidak dilakukan dengan cara cetak manual tapi dengan cara dicetak (dipotong - potong).
9. Pengemasan
    Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi produk dari cemaran yang ada pada lingkungan sekitar. bahan pengemasan yang digunakan memiliki beberapa varian seperti daun pisang, plastik, kertas dll.
10. Pemasaran
    Pemasaran bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia (Jawi, 2007). Metode pemasaran yang baik adalah dengan cara bertatap muka secara langsung dengan pembeli, hal ini disebabkan karena  antara penjual dan pembeli dapat menjalin hubungan baik sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kotler dan Amstrong (2008), bahwa pemasaran langsung adalah proses pemasaran yang dilakukan secara langsung oleh penjual dengan cara bertatap muka dengan pelanggan atau mengelola hubungan baik dengan pelanggan secara fokus.
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSES PEMBEKUAN GURITA (Octopus sp.) DI PT. ISTANA CIPTA SEMBADA BANYUWANGI JAWA TIMUR